Teknologi Al Tak Bisa Gantikan Kerja Jurnalis Foto – Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (teknologi Al) terus bertumbuh. Tidak dapat dipungkiri, setelah adanya transformasi digital saat masa pandemi Covid-19, inovasi di bidang Al terus dilakukan.
Apalagi, berdasarkan data yang berhasil dihimpun, McKinsey menyebutkan, sebanyak 71 persen dari pelanggan mengharapkan perusahaan menyediakan konten yang dipersonalisasi. Peneliti juga menyampaikan bahwa bisnis yang menerapkan hal ini dalam strategi kontennya menghasilkan 40 persen keuntungan lebih besar daripada kompetitornya.
Sesuai data tersebut, teknologi Al yang banyak diperbincangkan, diharapkan mampu memberikan solusi. Salah satu tujuan Al yang utama adalah membantu pekerjaan manusia. Berbagai pekerjaan yang dulunya dilakukan secara manual oleh manusia kini bisa dilakukan dengan lebih mudah menggunakan sistem Al.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber terpercaya, teknologi AI memungkinkan perangkat menjalankan tugas yang membutuhkan pekerjaan manusia. Misalnya, pengenalan suara, gambar, pemrosesan bahasa hingga pengambilan keputusan secara otonom. Sebab, dalam sekejap, mesin AI dapat menjawab pertanyaan apapun untuk membuat buku, bahkan hingga menjadi presenter televisi.
Padahal, jika ditelaah lebih jauh, teknologi AI tak sepenuhnya bisa menggantikan kemampuan alami yang dimiliki oleh manusia. Utamanya, saat menggunakan tools berbasis AI untuk kebutuhan pekerjaan, jika digunakan dengan bijak.
Utamanya, bagi kinerja jurnalistik. Etika jurnalistik dalam pemberitaan tak dapat digantikan oleh AI, yaitu rasa tanggungjawab sosial, menghormati privasi individu, menyampaikan konten tidak bias dan adil.
Pengaruh kecerdasan buatan AI tidak dapat diabaikan dalam berbagai sektor, termasuk industri jurnalisme. Dalam beberapa tahun terakhir, AI telah mengubah lanskap jurnalisme dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. AI membawa inovasi baru dan meningkatkan efisiensi dalam pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi berita.
Salah satu bidang di mana AI telah memberikan dampak signifikan dalam jurnalisme adalah dalam proses pengumpulan berita. Dengan kemampuan untuk memantau dan menganalisis data dari berbagai sumber, teknologi AI memungkinkan jurnalis untuk mendapatkan informasi secara real-time dan secara otomatis.
Pewarta foto senior, Beawiharta, mengemukakan adanya keharusan perubahan gaya media massa konvensional di tengah membanjirnya informasi. Arus perubahan yang tentu sudah tidak dapat ditolak bagi media massa ketika harus berhadapan dengan beragam bentuk platform media sosial seperti sekarang.
Begitu pula terhadap fotografi jurnalistik, di tengah gairah budaya visual, turut mengalami perubahan bentuk penyajian maupun mediumnya. Sebelumnya bentuk cetak kemudian mewujud ke berbagai bentuk aplikasi digital untuk menampilkan narasi dan visual. Sementara doktrin cetak sampai titik darah penghabisan yang selalu digaungkan sudah tidak lagi relevan beberapa tahun ini.
Kemudahan dan kepraktisan teknologi AI membawa tantangan besar bagaimana fotografi jurnalistik tetap bisa diterima dan dinikmati publik. Apalagi kehadiran jurnalisme warga turut memberikan pengaruhnya pada setiap peristiwa.
Selaras dengan yang disampaikan Beawiharta, profesi media seperti yang disebutkan di atas tidak terganti, ucap Paulus Tri Agung Kristanto, Anggota Dewan Pers, selaku Ketua Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Pers.
Menurut Agung, adanya aplikasi kecerdasan buatan seperti ChatGPT ini bisa dijadikan alat pembantu wartawan dalam membandingkan hasil karyanya dengan hasil yang dikerjakan oleh ChatGPT. Bisa jadi sebagai pelengkap data dalam menulis informasi tertentu. Yang tidak bisa dilakukan ChatGPT dengan profesi wartawan atau penulis lainnya adalah tidak bisa menceritakan suasana yang terjadi pada suatu kejadian, hanya mengolah data saja.
Untuk itu, Beon Intermedia bersama dengan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang Raya menggelar diskusi bertajuk “AI Lens: Menerobos Batasan dalam Fotografi dan Branding,” yang diselenggarakan di gedung Malang Creative Center (MCC), Minggu (2/7/2023).
Dalam diskusi tersebut, menghadirkan Muhammad Syahrul Munir (IT Team Beon Intermedia), Andina Paramitha (Head of Corporate Communication) dan Nedi Putra (perwakilan dari PFI Malang). Mereka memberikan pemahaman, bahwa teknologi berbasis AI hanya alat pendamping yang bisa membantu meringankan pekerjaan. Manusia berperan penting untuk menjadi penentu bagaimana teknologi tersebut bisa digunakan.
“Salah satunya, dalam membuat prompt. Saat memberikan perintah kepada tools berbasis AI, harus clear dan sesuai dengan kerangka yang ada di dalam pikiran kita. Hal ini agar jawaban yang diberikan oleh AI bisa sesuai dengan apa yang diinginkan,” terang Muhammad Syahrul Munir, IT Team Beon Intermedia.
Lebih lanjut, Syahrul menguraikan, teknologi AI ini merupakan sebuah sistem yang dilatih oleh orang-orang pintar agar memiliki pengetahuan yang sama dengan mereka.
“Sehingga, ketika kita memberikan pertanyaan kepada AI, jawabannya bisa disesuaikan dengan pemikiran orang pintar itu tadi,” lanjut dia.
Untuk itu, Andina Paramitha, Head of Corporate Communication Beon Intermedia menambahkan, teknologi tersebut hanyalah sebuah alat bantu.
“Teknologi hanyalah tools yang mempermudah pekerjaan. Ingat, hanya tools. Misalnya, untuk kebutuhan riset jadi lebih cepat dan mudah. Teknologi sifatnya hanya mendukung saja,” kata dia.
Perempuan yang akrab disapa Andien tersebut menguraikan, masih ada sederet hal krusial yang tidak bisa digantikan. “Teknologi yang dibuat hanya tools, hal-hal yang tidak bisa digantikan adalah wisdom, perspektif, emosional, value dan relations,” kata dia.
Salah satu penerapan AI, ada pada entitas Beon Intermedia, yakni Mebiso.com, yang merupakan platform virtual consultant yang menggunakan AI. “Dalam platform ini, kami memiliki dokumen hasil analisis (DHA) saat pengguna melakukan cek merek. Hasil dari DHA ini nantinya yang bisa meningkatkan keberhasilan saat melakukan pendaftaran merek usaha,” papar dia.
Sementara itu, Nedi Putra, perwakilan dari PFI Malang Raya menambahkan, teknologi AI juga mempermudah fotografer dalam menganalisis dan memproses gambar secara otomatis. Kemudian, memudahkan untuk mengenali wajah dan objek dalam gambar.
Selain itu, menurutnya, teknologi AI dapat menganalisis ekspresi wajah dalam foto untuk menentukan sentimen atau emosi yang ditampilkan oleh orang-orang dalam gambar. Sertam dapat digunakan untuk melakukan pencarian gambar berdasarkan konten visual.
Bahkan, di beberapa bagian tertentu, teknologi AI dapat digunakan untuk mengedit gambar secara otomatis berdasarkan preferensi atau gaya tertentu. Sekaligus, dapat membantu mengenali teks dalam gambar, seperti tanda atau spanduk, dan mengubahnya menjadi teks yang dapat dibaca.
Kemudian, teknologi AI dapat membantu fotografer jurnalis dalam mengatur metadata gambar, seperti informasi lokasi, tanggal, atau keterangan gambar. “Fotografer dapat memperoleh hasil yang lebih baik, meningkatkan efisiensi kerja, dan menyampaikan cerita dengan lebih efektif melalui gambar,” pungkas dia