Soal Pengembangan Teknologi Hydropower di Indonesia, Ini Kata Luhut – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ada kemungkinan hydropower Nikuba bisa dikembangkan di Indonesia.
Diketahui Nikuba merupakan alat yang bisa mengubah air menjadi hidrogen untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Menurut Luhut Indonesia juga telah dan sedang membangun hydropower yang masih dalam proses dan masih butuh waktu relatif lama.
“Apa saja bisa dikembangkan di Indonesia termasuk soal hydropower. Kita kan sekarang sudah dan tengah membangun 1.370 mega watt hydropower di Kalimantan di Sungai Kayan. Tetapi bangun hydropower butuh 7 tahun atau 8 tahun,” ujar Luhut dalam acara penandatangan kerja sama antara United i Diversity (UID) dengan Rocky Mountain Institute (RMI) terkait peluncurkan Program HEAL. (Happy Energy Action Leadership) di Kura Kura Bali Denpasar, Selasa (25/7/2023).
Ia juga mengatakan amat mendukung program energi terbarukan, di mana green energy hanya harus diingat jangan sampai mengganggu roda perekonomian yang tengah berjalan.
“Tapi jangan hanya karena semua hydro atau green energy lantas ekonomi kita terganggu, itu tidak boleh. Makanya kita harus bisa juga ada supercritical technology for coal fired itu bisa dibangun supaya industri kita jalan,” imbuhnya.
Selain itu Luhut juga berharap Indonesia terus mengejar ketertinggalan. “Kita punya kontribusi kan baru 2,3 ton per kapita mereka 14 sampai 15 ton per kapita. Seperti ini kita gak boleh ngalah dengan negara maju. Kita punya tanggung jawab tapi kita punya tanggung jawab mengenai mengurangi kemiskinan di indonesia,” tegasnya lagi.
Seperti diketahui beberapa waktu yang lalu, Nikuba yang merupakan singkatan dari ‘niku banyu’ atau ‘itu air’ dalam Bahasa Jawa, menjadi viral dan memantik kontroversi.
Program HEAL
Meski masih menjadi kontroversi, tapi Nikuba telah dipamerkan di Milan, Italia dan telah menandatangani kerjasama dengan perusahaan Italia penyuplai energi untuk Ferrari dan Lamborghini.
Luhut juga mengatakan sangat mendukung program HEAL dan peran integralnya dalam mendorong bangsa menuju masa depan yang berkelanjutan. Program ini sendiri digagas untuk mempercepat transisi Energi Bersih di Indonesia.
Penandatanganan dilakukan oleh Presiden United in Diversity Foundation, Tantowi Yahya dan CEO RMI, Jon Creyts. Tantowi mengungkapkan, pihaknya sangat antusias untuk meluncurkan program pemberdayaan para pemimpin Indonesia tersebut untuk pembangunan berkelanjutan.
“Program HEAL akan bermanfaat dalam membantu membangun dan memperkuat ekosistem untuk mengukur dan memanfaatkan pengetahuan regional dan kolaborasi multi-stakeholder menuju pembangunan berkelanjutan,” ujar Tantowi.
Hal senada juga disampaikan CEO RMI, Jon Creyts, menurutnya, kolaborasi dan sinergi penting dilakukan untuk memberdayakan para pemimpin energi global guna mempercepat transisi energi bersih.
“Melalui program HEAL bersama UID, RMI berharap dapat mendukung Indonesia dalam mewujudkan komitmen iklimnya yang berani dan bersejarah, serta menginspirasi negara lain untuk bekerja sama demi pertumbuhan yang lebih berkelanjutan,” ucap Jon.
Di tahap awal, program hasil kolaborasi RMI dan UID itu akan membekali 30-50 pemangku kepentingan di berbagai sektor dengan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan.
Transisi Energi
Langkah ini dirasa penting guna menunjang para pemimpin untuk mengakselerasi transisi energi bersih yang ambisius di Indonesia sebagai bagian dari komitmen Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP). Saat ini, Indonesia sedang dalam perjalanan transformatif dengan ikrar transisi energi bersih terbesar dalam sejarah.
Dengan dukungan dari International Partner Group (IPG), yang dipelopori oleh Amerika Serikat dan Jepang, komitmen kumulatif senilai US$20 miliar ini, telah didedikasikan untuk mempercepat transisi energi bersih di Indonesia, salah satunya dengan membentuk fondasi JETP.
Dalam deklarasi ini, Indonesia telah menetapkan tujuan ambisius untuk mencapai hampir 34 persen integrasi energi terbarukan dan membatasi emisi sektor ketenagalistrikan sebesar 290 MT CO2 pada tahun 2030 dan menargetkan emisi net-zero pada tahun 2050.
Program HEAL diluncurkan untuk memberdayakan para pemimpin Indonesia guna merancang dan mengimplementasikan solusi keuangan, teknis, dan kebijakan yang penting untuk mencapai visi yang digariskan dalam JETP, serta mendorong kolaborasi dan sinergi antara pemangku kepentingan lokal dan nasional.
Dengan menumbuhkan pembelajaran bersama, kepemimpinan, dan keahlian teknis, HEAL diharapkan dapat mendorong tindakan kolektif dalam implementasi proyek transisi energi, meletakkan dasar untuk masa depan yang berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia mulai menghentikan impor produk petrokimia pada 2027.
Rencana tersebut dicanangkan karena saat ini Indonesia tengah mengembangkan investasi di kawasan industri hijau di Kalimantan Utara untuk dapat mensubstitusi impor bahan dan barang kimia.
“Tanggal 27 bulan ini Presiden akan ke Kalimantan (Kalimantan Utara) untuk melihat groundbreaking 1.400 MW hydropower. Kita akan membangun industri petrokimia terbesar di sana. Kita tidak akan lagi mengimpor petrokimia pada 2027,” kata Luhut dalam Mandiri Investment Forum (MIF) 2023 di Jakarta, Rabu (1/2).
Luhut mengatakan, kawasan industri Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) Tanah Kuning, Kalimantan Utara, akan menjadi kawasan industri terintegrasi terbesar di dunia, termasuk pembangunan smelter bauksit dan industri petrokimia.
“Kita hampir punya semuanya di sana (Kaltara), karena kita butuh sekitar 1,4 juta ton minyak per hari untuk bisa mencapai target 2027-2030,” imbuhnya.