Sekolah di China Pakai Teknologi Al agar Siswa Makin Pintar, Bisa Baca Gelombang Otak – Sebuah video menunjukkan potret sebuah sekolah yang ada di negara China, ramai menjadi sorotan warganet di media sosial. Sebab, sekolah tersebut tampak memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan Artificial Interlligence (Al) dalam proses belajar mengajar.
Teknologi tersebut memungkinkan guru mengetahui tingkat fokus siswa saat mengikuti pembelajaran di kelas.
Tidak hanya itu, teknologi ini juga memudahkan orang tua mengetahui lokasi anak ketika sedang berada di sekolah. Simak ulasannya
Sekolah di China Pakai Sistem Al
Melansir dari unggahan membagikan potret kegiatan belajar mengajar di beberapa sekolah di China. Yang membuat menarik dari unggahan itu adalah terlihat proses belajar mengajar di negeri tirai bambu itu sudah memanfaatkan teknologi Al.
Di China sudah canggih dan modern saja untuk anak sekolah. Bagaimana dengan Indonesia?
Setiap siswa terlihat menggunakan alat mirip seperti bando dikepala ketika mengikuti proses belajar di kelas. Alat ini mampu mendeteksi gelombang otak anak untuk mengetahui tingkat fokusnya sampai mana saat belajar. Gelombang tersebut kemudian secara otomatis bisa dilihat guru dan orang tua.
Untung saja tidak bisa baca pikiran orang guys bendo itu.. hehehe
Ada Kamera Pengawas
Selain itu, beberapa sekolah menengah di China juga disebut telah memasang kamera pengawas dengan sistem kecerdasan buatan. Kamera ini mampu mengenali wajah dan mendeteksi aktivitas siswa selama di kelas.
Buat anda masih duduk dibangku sekolah hati hati ya Al akan datang dan mengawas dengan kameranya.. Hehehe
Misalnya saat murid sedang membaca atau mendengar. Kamera ini bahkan bisa mendeteksi saat siswa sedang tertidur dimejanya hingga mengecek ponsel. Sistem ini juga dapat mendeteksi ekspresi wajah seperti bahagia, sedih, takut dan bingung.
Hebat juga ya guys. Kalau ada yang tidur dikelas bisa tahu juga Al. Dan lagi ada masalah bagi siswa langsung bisa dibaca nya langsung. Alat ini boleh di pasang di rumah pribadi juga.. Hehehe
Chip pendeteksi Lokasi
Teknologi lain yang sudah diterapkan dibeberapa sekolah di China adalah pemasangan chip pendeteksi lokasi pada seragam siswa. Sehingga. orang tua bisa dengan mudah melacak keberadaan anak ketika pergi ke sekolah.
Wah orang tua juga tidak usah susah lagi ya untuk cari anaknya ada masuk sekolah atau tidak.
CINA telah melakukan eksperimen penggunaan teknologi AI (Artificial Intelligence) di sekolah pada tahun 2019.
Salah satunya di Sekolah Dasar Jinhua Xiaoshun di Tiongkok Timur, para siswa diuji tingkat konsentrasinya menggunakan ikat kepala khusus yang dikembangkan oleh perusahaan AS, BrainCo.
Secara real-time, ikat kepala akan mengirimkan data tentang seberapa terlibat siswa dalam pembelajaran mereka.
Selain ikat kepala yang digunakan untuk mengukur konsentrasi siswa, juga memungkinkan para guru menyesuaikan instruksi mereka dengan lebih baik untuk memenuhi kebutuhan individu setiap siswa.
Pantau Konsentrasi Siswa dengan Ikat Kepala, Cina Bereksperimen Gunakan Teknologi AI di Sekolah
Banyak pula ruang kelas di China yang dilengkapi dengan kamera kecerdasan buatan dan pelacak gelombang otak. Kamera dipasang di beberapa ruang kelas untuk tujuan memantau siswa.
Teknologi AI dapat menganalisis perilaku siswa dengan bantuan perangkat lunak pengenal wajah.
Ada program tertentu di mana setiap siswa diberi skor berdasarkan tingkat konsentrasi mereka di kelas.
Ruang kelas juga dilengkapi robot yang menganalisis tingkat kesehatan. Para siswa juga mengenakan seragam dengan chip yang melacak lokasi mereka. Bahkan ada kamera pengintai yang memantau seberapa sering siswa memeriksa ponselnya dan menguap selama selama belajar.
Walaupun beberapa warga Cina mengkhawatirkan perkembangan teknologi ini, namun pihak sekolah mengatakan tidak sulit bagi mereka untuk mendapatkan persetujuan orangtua untuk mendaftarkan anak-anak ke salah satu eksperimen dalam pendidikan AI.
Salah satu orangtua murid bernama Zhang Jiaojiao mengatakan, “Jika ini untuk penelitian dan perkembangan negara. Saya tidak berpikir bahwa ini adalah sebuat masalah,” ucapnya.
Pemerintah telah menggelontorkan miliaran dolar untuk proyek tersebut dengan menyatukan raksasa teknologi, perusaan rintisan dan sekolah.
Reporter Wall Street Journal mendapat akses eksklusif ke sekolah dasar tersebut untuk melihat langsung bagaimana teknologi AI digunakan di kelas.
Di ruang kelas lima, pembelajaran dimulai dengan memasang gadget penginderaan gelombang otak. Siswa kemudian berlatih meditasi.
Perangkat ini dibuat di Cina dan memiliki tiga elektroda. Dua belakang telinga dan satu di dahi. Sensor ini mengambil sinyal listrik yang dikirim oleh neuron di otak.
Data saraf kemudian dikirim secara real-time ke komputer guru sehingga saat siswa memecahkan soal matematika, guru dapat dengan cepat mengetahui siapa yang memperhatikan dan siapa yang tidak
Sebuah laporan kemudian dihasilkan yang menunjukkan seberapa baik perhatian kelas. Ia bahkan merinci tingkat konsentrasi setiap siswa pada interval 10 menit. Itu kemudian dikirim ke grup obrolan untuk orang tua.
Laporannya terperinci, tetapi apakah perangkat ini benar-benar berfungsi dan apa yang sebenarnya diukur tidak begitu jelas.
“Ini adalah teknologi baru, masih sedikit penelitian di belakangnya.” ucap Therodore Zanti, Ilmuwan Saraf di Universitas California San Francisco.
Dia terkejut mengetahui bahwa teknologi ini, yang disebut elektroensefalografi (juga dikenal sebagai EEG) ini digunakan di kelas pada anak-anak. Ini biasanya digunakan oleh dokter di rumah sakit dan laboratorium.
Meskipun ada peluang untuk salah baca, guru memberi tahu bahwa ikat kepala telah memaksa siswa untuk menjadi lebih disiplin.
Guru mengatakan siswa sekarang lebih memperhatikan selama kelas dan itu telah membuat mereka belajar lebih keras dan mencapai skor yang lebih tinggi.
Namun, tidak semua siswa antusias. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa dirinya merasa dikontrol dan ditekan di bagian dahi.
Siswa kelas lima yang tertangkap sedang tertidur di kelas memberitahu bahwa orang tuanya menghukumnya karena skor konsentrasinya rendah dan data semacam itu menambah tekanan baru bagi siswa yang diwawancarai.
Seorang siswa juga mengatakan, “Membayangkan ujian dan semua orang mendapat nilai 95 atau lebih tapi kamu sendiri mendapatkan 85, bagaimana perasaanmu?”
Perusaan yang diwawancarai mengatakan bahwa data tersebut digunakan untuk proyek penelitian yang didanai pemerintah.
Zanto mengatakan, “kemungkinan tidak ada perlindungan privasi sama sekali.”
Bagaimana semua ini berhasil tidak akan terlihat sampai mereka menjadi warga negara dewasa. [Ln]