Pilpres AS 2024 Ahli Ingatkan Pemanfaatan Teknologi Al Picu Peningkatan Disinformasi – Pilpres AS 2024 Ahli Ingatkan Pemanfaatan Teknologi Al Picu Peningkatan Disinformasi Pengamat memperingatkan bahwa teknologi Artificial Interlligence atau kecerdasan buatan yang berkembang pesat dapat meningkatkan informasi salah atau disinformasi dalam kampanye politik America Serikat. Sebut saja yang sudah terjadi seperti gambar palsu penangkapan DOnald Trump dan video distopia tentang masa depan kelam bila Joe Biden terpilih kembali.
Pilpres As 2024 disebut akan menjadi pemilu pertama AS yang akan di pengaruhi oleh meluasnya penggunaan alat alat canggih yang didukung oleh kecerdasaan buatan yang semakin mengaburkan batas antara fakta dan fiksi.
Kampanye di kedua kubu dalam suasana perpecahan politik cenderung memanfaatkan teknologi ini yang murah, mudah di akses, dan kemajuannya telah jauh melampaui respons regulasi untuk menjangkau pemilih dan membuat buletin penggalangan dana dalam hitungan detik.
Para ahli menggarisbawahi aktor jahat dapat mengeksploitasi teknologi AI untuk menciptakan kekacauan di tengah iklim politik AS yang sudah hiperpolarisasi dan banyak pemilih membantah fakta yang diverifikasi. Salah satu contohnya adalah bahwa Trump kalah dalam Pilpres AS 2020.
“Dampak AI akan mencerminkan nilai-nilai dari mereka yang menggunakannya. Aktor jahat khususnya menggunakan teknologi ini untuk memperkuat upaya mereka memicu kebencian dan kecurigaan atau memalsukan gambar, suara, atau video dalam upaya memperdaya pers dan publik,” ungkap pendiri konsultan politik sayap kiri Blue State, Joe Rospars, seperti dilansir CNA, Selasa (30/5/2023).
“Memerangi upaya tersebut akan membutuhkan kewaspadaan dari media dan perusahaan teknologi dan oleh para pemilih itu sendiri.”
Teknologi AI Jadi Pengubah Permainan
Pada saat yang sama, kemajuan AI akan menjadi alat “pengubah permainan” untuk memahami pemilih. Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Junction AI Vance Reavie.
Staf kampanye sebelumnya menghabiskan waktu berjam-jam untuk menjangkau pemilih dengan menulis pidato dan menyiapkan pokok pembicaraan, twit, dan kuesioner, namun teknologi AI telah memungkinkan pekerjaan yang sama dalam waktu singkat.
“Membuat konten memakan waktu dan biaya, sekarang bayangkan bisa melakukan 10 kali lebih banyak tanpa upaya staf tambahan,” tutur Reavie. “Juga akan ada banyak konten keliru yang dihasilkan… Yang akan cepat dan mudah membanjiri dan sulit bagi kebanyakan orang untuk mengetahui sebaliknya.”
Kemampuan rakyat AS untuk menyepakati kebenaran obyektif juga akan ditantang, dengan sebagian besar penduduk AS sudah sangat tidak percaya pada media mapan.
“Kekhawatirannya adalah semakin mudah untuk memanipulasi media, semakin mudah untuk menyangkal kenyataan,” ungkap profesor di UC Berkeley School of Information Hany Farid. “Jika, misalnya, seorang calon presiden mengatakan sesuatu yang tidak pantas atau ilegal, dia dapat dengan mudah mengklaim rekaman itu palsu. Ini sangat berbahaya.”
Mantan direktur digital untuk kampanye Barack Obama tahun 2012, Betsy Hoover, menekankan bahwa aktor jahat akan menggunakan alat apapun yang mereka miliki untuk mencapai tujuan, tidak terkecuali teknologi AI.
“Tapi menurut saya, kita tidak bisa membiarkan rasa takut menghalangi kita menggunakan AI untuk merasakan keuntungannya.”
Dalam pelaksanaan Pemilu dan aktivitas politik, komunikasi berperan penting. Melansir dari dailytrust.com, segelintir orang berpendapat bahwa nasib politik bergantung pada kemampuan seseorang untuk meyakinkan audiens (masyarakat).
Maka untuk melancarkan komunikasi ini, para oknum menggunakan taktik yang merusak. Taktik yang dimaksud yaitu propaganda dan disinformasi untuk mendapatkan legitimasi.
Taktik ini merugikan masyarakat yang terjerumus di dalamnya serta berdampak negatif pada demokrasi dan keberlangsungan Pemilu. Hal ini dapat mengacam perdamaian dan demokrasi negara.
Secara khusus, disinformasi mengancam demokrasi negara dengan mengikis norma dan nilai demokrasi serta menghalangi hak-hak warga negara untuk mengetahui dan kebebasan berbicara.
Melihat fenomena di atas, menjelang Pemilu 2024 masyarakat harus hati-hati dengan informasi yang beredar di internet dan media sosial. Hal ini karena tidak semua informasi itu benar sesuai fakta. Terlebih di momentum Pemilu yang rentan dengan propaganda, hoaks, misinformasi, dan disinformasi.
Jangan sampai terjerumus hoaks, misinformasi, dan disinformasi karena dapat mengancam demokrasi dan keberlangsungan Pemilu mendatang.
Hendaknya masyarakat juga mengambil peran sebagai pemangku kepentingan terdepan untuk menyuarakan kebenaran selama masa Pemilu mendatang
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Pada 2024 nanti, Indonesia akan melaksanakan perhelatan akbar. Terdapat kekhawatiran penggunaan politik identitas yang dapat memecah masyarakat. Terkait hal itu, Lemhannas akan mengusulkan beberapa regulasi terkait kampanye yang mengandalkan politik identitas secara perlahan dan bertahap. Untuk meningkatkan kualitas kampanye politik, Lemhannas juga sarankan adopsi teknologi dan digitalisasi. Hal ini disampaikan oleh Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto saat Seminar Program Pendidikan Reguler Angkatan 63 di Auditorium Gajah Mada Lemhannas RI (9/8).
“Kita perlahan secara bertahap akan mengusulkan beberapa regulasi terkait bagaimana menghilangkan kampanye yang mengandalkan politik identitas. Lalu memperbaiki meningkatkan kualitas kampanye politiknya, ya antara lain arahan presiden tadi adalah mengadopsi teknologi sehingga proses digitalisasi demokrasi akan menyederhanakan proses penyelenggaraan pemilu ke depan dan disisi lain juga bisa meningkatkan kualitas kampanye,” kata Gubernur Andi. Ini dilakukan dengan tujuan kampanye yang dilaksanakan betul lebih terarah, untuk meningkatkan ruang partisipasi publik, untuk meningkatkan dialog tentang kebijakan program yang sangat bermanfaat bagi rakyat pemilih.
Senada dengan hal tersebut, Letnan Jenderal TNI (Purn.) H. Lodewijk Freidrich Paulus, Wakil Ketua DPR RI periode 2021-2024, menyebutkan selain pendidikan politik bagi kontestan pemilu, media, penggunaan teknologi digital, dan social media juga berperan penting dalam mendukung suksesnya pemilu 2024.
“Para kontestan politik diharapkan dapat menjadi agen-agen dari mencegah dan mereduksi politik identitas. Terkait dengan penggunaan media dan media sosial, kami berharap adanya kolaborasi antara Kementerian Komunikasi Informasi, Kejaksaan, Kepolisian, kemudian BSSN serta TNI,” kata Lodewijk. Sistem ini mesti terintegrasi untuk mencegah menyebarnya berita-berita bohong karena ini menjadi kunci utama dari polarisasi atau politik identitas.
Secara virtual, Presiden RI Ir. Joko Widodo menyampaikan arahan strategis kepada peserta PPRA 63 untuk melakukan adopsi teknologi digital. “Dimana kelembagaan Pemilu sudah semakin kuat sehingga proses penyelenggaraan pemilu juga turut disederhanakan, terutama dengan melakukan adopsi teknologi digital, dan semakin terbukanya peluang partisipasi elektoral untuk aktif berdialog terkait isu-isu strategis,” kata Presiden.
Selain itu, kita harus mengingatkan para kontestan pemilu agar menjalankan kampanye yang semakin berkualitas dan menyehatkan demokrasi. bukan kampanye gontok-gontokan, bukan kampanye yang merusak tatanan bangsa. kita harus mulai, kita harus memulai kampanye yang mengurangi mobilisasi massa dan kita manfaatkan teknologi informasi. sehingga melahirkan kampanye yang berintegritas yang menolak penggunaan politik Sara dan politik identitas, yang lebih mengedepankan politik ide dan gagasan, karena yang ingin kita bangun bukan demokrasi pengkultusan, bukan demokrasi idola, tapi demokrasi gagasan.
Presiden berharap Seminar PPRA 63 bisa menghasilkan kebijakan yang dapat diimplementasikan dengan baik untuk memperkuat konsolidasi demokrasi dengan merumuskan strategi utama dalam mereduksi politik identitas dan juga melakukan adopsi teknologi dalam infrastruktur digital demokrasi untuk melahirkan pemilu yang lebih baik. Seminar Nasional PPRA 63 Lemhannas RI dilaksanakan secara hibrida di Auditorium Gadjah Mada Lemhannas RI pada Selasa, 9 Agustus 2022 dengan menampilkan empat narasumber, yakni Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto, Ketua Komisi 2 DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Dr. Bahtiar, M.Si, dan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi, PhD.
Selain para narasumber, hadir pula dalam kegiatan tersebut Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus, Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol Drs. Purwadi Arianto, M.Si., Deputi Pendidikan Lemhannas RI Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P., Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P., beserta para pejabat Lemhannas RI.