Perlu Berhati hati soal Arah Kebijakan Menyangkut Teknologi Otomotif – Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Yohannes Nangoi menghingbau agar pemerintah tidak gegebah dalam mengambil langkah menuju era elektrifikasi atau kendaraan listrik. Ketika langkah yang diambil hanya untuk melakukan percepatan kendaraan listrik, tanpa memperhatikan industri manufaktur dan komponen, maka nantinya industri otomotif dalam negeri bisa jadi tidak sehat.
Sebagai contoh, demi menunjang kegiatan produksi mobil saat ini ada sekitar 30 ribu bisnis komponen di Indonesia. Namun ketika era kendaraan listrik datang, 10 ribu komponen di Indonesia. Namun ketika era kendaraan listrik datang 10 ribu komponen di antaranya harus hilang. Otomatis, akan ada gejolak besar di Industri komponen sendiri.
“Ini yang GAIKINDO coba jaga, pertahankan. Jadi saat ini kita sedang menyikapi dengan hati-hati inisiasi tentang percepatan era kendaraan listrik. Kita tak ingin industri otomotif itu mati,” katanya di acara diskusi bertajuk “Kendaraan Listik Sebagai Solusi Pengurangan Polusi dan Penggunaan BBM“, Jakarta, Jumat 23 Agustus 2019, seperti dikutip Kompas.
Dalam pandangan Nangoi, industri otomotif di Indonesia saat ini sudah mandiri dan cukup kuat karena bisa memproduksi kendaraan baik untuk domestik maupun pasar ekspor. Hingga saat ini, sudah ada lebih tiga juta pekerja di sektor otomotif dan menghasilkan devisa karena lakukan ekspor dan mengurangi impor. Namun keahlian tersebut hanya untuk kendaraan konvensional yang menggunakan mesin bakar (combustion engine), bukan teknologi listrik.
Indonesia memerlukan sedikit waktu untuk bisa bergerak ke era kendaraan listrik dan menyesuaikan langkah pemerintah. Jangan sampai ketidaksesuaian langkah pemerintah dengan industri otomotif terjadi, sehingga berujung pada pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. “Di samping itu, kami melakukan negosiasi dengan APM (Agen Pemegang Merek) negara masing-masing untuk mau membangun industrinya (investasi) di Indonesia,” kata Nangoi.
“Kita bisa memproduksi mobil listrik bila animo masyarakat sudah terbentuk. Tapi kalau belum, sedangkan kita sudah telanjur masuk produksi, akibatknya akan celaka. Oleh sebab itu, ada baiknya untuk pengadaan kendaraan listrik, industri impor secara utuh (completely built-up, CBU) ke Indonesia dulu. Itu pun harus dibatasi supaya tak keblabasan. Sembari begitu kita mengajak mereka untuk investasi di Indonesia,” katanya.
Tranformasi digital dinilai bisa menjadi solusi meningkatkan kembali perekonomian Indonesia yang menurun akibat dampak dari pandemi Covid-19.
“Pandemi Covid-19 menyebabkan pelemahan ekonomi hampir pada semua sektor, terutama pariwisata, hiburan, transportasi, MICE, industri sandang, dan otomotif. Hanya dengan transformasi digital kita bisa keluar dari krisis ini,” ungkap Staf Ahli Bidang Hukum Kemenkominfo, Henri Subiakto, pada Webinar Akselerasi Transformasi Digital untuk Pemulihan Ekonomi Indonesia, Kamis (03/09/2020).
Henri juga menambahkan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan maraknyanya PHK sehingga menyebabkan banyak masyarakat kehilangan penghasilan. Bahkan pertumbuhan ekonomi nasional tercatat negatif 5,3% pada kuartal kedua.
“Kita harus kembali menggerakan ekonomi dengan cara yang tidak biasa (transformasi digital). Jangan sampai karena kita terlalu fokus kepada Covid-19, kita menghiraukan masalah lainnya,” tandas Henri.
Peluang membangkit ekonomi melalui transformasi digital terlihat dari lonjakan penggunaan internet yang begitu besar. Penggunaan aplikasi online (belajar, bekerja, konsultasi kesehatan) naik 443%, ritel daring naik 400%, dan penggunaan televisi naik 80% sejak diterapkan PSBB.
“Tanpa disadari pandemi Covid-19 telah memunculkan pola hidup baru. Masyarakat kita jadi terbiasa menggunakan teknologi digital, ini merupakan suatu hal yang positif,” jelas Henri.
Dengan dipercepatnya transformasi digital, diharapkan akan mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara maju dan kuat di 2045. Harapannya di tahun 2045 Indonesia akan masuk lima besar ekonomi dunia.
“Ada 319 juta jumlah penduduk, memiliki 47% masyarakat usia produktif, memiliki 327,1 juta pendapatan per kaita, dan mencapai 70% penduduk kelas menengah,” papar Henri.
Namun dalam proses menuju transformasi digital ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya serangan siber. Data dari BSSN menunjukan ada 88,4 juta serangan siber selama kurun waktu Januari – 12 April 2020.
“Kementerian Kominfo telah menyiapkan program literasi digital. Literasi digital penting guna memberikan edukasi tentang pemahaman pencegahan munculnya kejahatan siber saat penggunaan teknologi meningkat,” terang Henri.
Selain literasi, dia juga menyebutkan Kementerian Kominfo sedang menyiapkan RUU Pelindungan Data Pribadi sebagai legislasi primer yang akan melindungi data pribadi masyarakat Indonesia di ruang digital.
Sementara itu Guru besar ITB sekaligus Ketua Umum Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC), Suhono Harso Supangkat mengingatkan perlu berhati-hati dalam melakukan transformasi digital.
“Transformasi digital bukan hanya bicara soal penerapan teknologi, tetapi juga menyangkut proses bisnis dan budaya. Jadi jangan diartikan transformasi digital hanya sekedar mengkoneksikan secara digital,” himbau Suhono.
Tranformasi digital merupakan rangakaian proses yang kompleks dan tidak boleh gagal karena akan mengubah instansi secara fundamental dari berbagai aspek. “Transformasi digital perlu dukungan leadership dan perubahan kultur menyeluruh,” tandasnya.
Oleh karenanya dibutuhkan suatu peta jalan transformasi digital yang akan menjaga semua proses berjalan secara sistematis dan menekan potensi kegagalan. “Roadmap harus disiapkan karena teknologi saja tidak cukup. Banyak kasus transformasi digital gagal karena hanya menyiapkan konektivitas dan aplikasi,” tutup Suhono.