Peneliti Rilis Alat Deteksi Teks Ilmiah Buatan Al dengan Akurasi 99 Persen – Healther Desaire, seorang ahli kimia yang menggunakan Machine learning di peneliti biomedis di University of Kansas, telah merilis alat baru yang mampu mendeteksi teks ilmiah dihasilkan oleh Generative Al seperti ChatGPT dengan akurasi 99 persen.
Makalah mengenai alat itu terbit di jurnal sejawat Cell Reports Physical Science bersama dengan kode sumber yang di perlukan untuk keperluan replikasi. Desaire mengatakan alat deteksi teks buatan Al yang akurat sangat dibutuhkan untuk mempertahankan integritas ilmiah.
Dia menyoroti halusinasi yang sering dihasilkan oleh generator teks seperti ChatGPT. Pada dasarnya, halusinasi ini mengarang sesuatu yang seolah olah terdengar masuk akal padahal itu hal tidaklah benar. Dia menilai, halusinasi itu dapat mencemari literatur akademis, jika dibiarkan.
“Sejauh yang saya ketahui, tidak ada cara yang sangat mudah untuk secara otomatis menemukan halusinasi ini. Begitu Anda mulai mengisi fakta ilmiah nyata dengan omong kosong buatan AI yang terdengar sangat bisa dipercaya, publikasi tersebut akan menjadi kurang dapat dipercaya, kurang berharga,” tutur Desaire dalam rilis pers sebagaimana dikutip dari Eurekalert.
Dia mengatakan keberhasilan metode deteksinya bergantung pada penyempitan ruang lingkup penulisan untuk jenis artikel ilmiah yang biasa ditemukan di jurnal telaah sejawat. Upaya itu, menurut dia, meningkatkan akurasi dibandingkan alat deteksi lainnya yang ada saat ini, seperti detektor RoBERTa, yang bertujuan untuk mendeteksi teks buatan AI dalam tulisan yang lebih umum.
“Detektor AI yang ada biasanya dirancang sebagai alat umum untuk dimanfaatkan pada segala jenis tulisan. Mereka berguna untuk tujuan yang dimaksudkan, tetapi pada jenis tulisan tertentu apa pun, mereka tidak akan seakurat alat yang dibuat untuk tujuan spesifik dan sempit,” ujar Desaire.
Tim Peneliti
Desaire mengatakan instruktur universitas, entitas pemberi hibah, dan penerbit semuanya memerlukan cara yang tepat untuk mendeteksi teks buatan AI yang disajikan sebagai karya dari pikiran manusia.
“Kalau kita bicara tentang plagiarisme AI, akurasi 90 persen tidaklah cukup,” kata Desaire. “Anda tidak bisa seenaknya menuduh orang diam-diam menggunakan AI dan tuduhan itu bisa saja salah, dan karena itu akurasi sangat penting dalam hal ini. Namun, untuk mendapatkan akurasi, pertaruhan yang paling sering adalah generalisasi.”
Semua rekan peneliti Desaire lainnya berasal dari kelompok penelitiannya: Romana Jarosova, asisten penelitian profesor kimia; David Huax, analis sistem informasi; dan mahasiswa pascasarjana Aleesa E. Chua dan Madeline Isom.
Mereka menggunakan kumpulan data yang jauh lebih kecil dan lebih banyak intervensi manusia untuk mengidentifikasi perbedaan utama yang menjadi fokus detektor mereka, yakni 64 dokumen yang ditulis manusia dan 128 dokumen buatan AI sebagai data latih dengan algorimta XGBoost.
“Ini mungkin 100.000 kali lebih kecil dari ukuran kumpulan data yang digunakan untuk melatih detektor lain,” tutur Desaire.
Faktor Pembeda
Jumlah data latih yang sedikit itu, kata Desaire, dapat diproses dengan sangat cepat, dan semua dokumen benar-benar dapat dibaca oleh orang-orang. Dengan demikian, mereka betul-betul mencoba mencari perbedaan di antara kumpulan dokumen tersebut.
Faktor pembeda lainnya dalam pendekatan mereka adalah mengalihkan fokus dari teks yang dihasilkan AI selama pengembangan fitur utama. Sebaliknya, mereka memeriksa karakteristik khas teks yang ditulis manusia, membedakannya dari teks buatan AI. Sementara tulisan buatan AI pada akhirnya merupakan bentuk tulisan manusia yang digeneralisasikan danberasal dari berbagai sumber, sementara tulisan ilmiah memiliki karakteristik uniknya sendiri.
Desaire telah membuat kode deteksi AI timnya dapat diakses secara terbuka oleh para peneliti yang tertarik untuk pengembangan lebih lanjut. Ia berharap pencapaian ini akan mendorong individu di luar ranah ilmu komputer untuk terlibat dengan isu ini.
Dia meyakini bahwa hambatan untuk mengembangkan produk AI yang bermanfaat, seperti miliknya, tidak setinggi kelihatannya, dan bahwa individu dengan latar belakang yang beragam dapat memberikan kontribusi yang signifikan di bidang ini dengan pengetahuan dan kreativitas yang tepat.
Google berencana mengintegrasikan fitur berbasis AI yang hadir di lima platform-nya, termasuk Google Search. Berita lain yang juga populer datang dari penantang ChatGPT asal China yang tak mau menjawab pertanyaan sensitif soal Xi Jinping.
1. Google Integrasikan AI di 5 Platform Ini untuk Mudahkan Aktivitas Pengguna, Ada Workspace hingga Maps
Saat ini, penggunaan kecerdasan buatan di berbagai aplikasi dan website telah banyak membantu aktivitas dan pekerjaan manusia. Tak ketinggalan, Google pun mengembangkan penerapan Artificial Intelligence (AI) ini di beberapa platform besutannya.
Pada Google I/O 2023, perusahaan mengumumkan rencana untuk mengintegrasikan fitur berbasis AI yang hadir di sejumlah platformnya, termasuk Google Search, aplikasi Workspace seperti Docs dan Slide, serta alat Android seperti Photos dan Maps.
Meskipun banyak fitur AI masih dalam tahap percobaan, perusahaan berencana mendorong perilisan dalam beberapa bulan mendatang untuk meningkatkan pengalaman pengguna, sekaligus mengejar ketertinggalan.
Hal ini mengikuti pengumuman chatbot AI mereka yang bernama Google Bard dan dinilai akan menjadi pesaing ChatGPT OpenAI dan Bing bertenaga AI dari Microsoft.
Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut 5 penerapan AI terbaru di berbagai platform Google yang telah disampaikan raksasa teknologi tersebut tahun ini.
2. Penantang ChatGPT Asal China Ogah Jawab Pertanyaan Sensitif Soal Xi Jinping
Penantang ChatGPT asal China, Ernie Bot, dikabarkan bakal menolak pertanyaan-pertanyaan sensitif tentang Presiden Tiongkok Xi Jinping atau Covid-19.
Bahkan, chatbot kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) besutan Baidu tersebut, siap memblokir pengguna yang bertanya soal opini terhadap Winnie the Pooh.
Diketahui, pertanyaan tentang Covid dan Xi Jinping dalam bahasa Inggris dan Mandarin itu diajukan oleh reporter CNBC Eunice Yoon di acara “Squawk Box.” Namun, chatbot AI itu menolak menjawab atau memberikan misinformasi.
Mengutip New York Post, Rabu (24/5/2023), Yoon tidak hanya gagal mendapatkan jawaban, tetapi aksesnya ke Ernie Bot yang berbasis di Tiongkok dinonaktifkan.
Namun sebelum diblokir karena bertanya soal Winnie the Pooh, reporter itu bertanya ke Ernie Bot dalam Bahasa Inggris dan Mandarin, soal dari mana asal virus Covid-19.
“Asal usul virus corona baru masih menjadi subjek penelitian ilmiah,” jawab Ernie dalam bahasa Inggris. Ia tidak menjawab bahwa virus itu berasal dari China atau kemungkinan bocor dari laboratorium di Wuhan.
3. Potret Viral Bos Bluebird Jadi Sopir Taksi Beredar di Medsos, Warganet: Malah Penumpangnya yang Dikasih Tip
Beredar dua foto viral di medsos yang memperlihatkan Direktur Utama dan CEO Bluebird Sigit Djokosoetono tengah narik taksi. Ia tampak mengenakan batik biru layaknya yang biasa dikenakan oleh sopir taksi Bluebird.
Adapun dua foto yang beredar di medsos ini mulanya diunggah oleh sang CEO Bluebird Sigit Djokosoetono di Instagram Story akun Instagramnya, @sigitdjokosoetono. Pada Story tersebut, Sigit menuliskan keterangan, “Orientasi lapangan hari ini ah.”
Lalu pada foto kedua, tampak ia tengah minum air dari botol minum warna biru. Terdapat pula keterangan foto, “Haus juga nih, siang2 adem hari ini padahal. Udah 6 tamu naik, kelewat 2 orderan, bukan rejeki.”
Dari keterangan foto tersebut, diketahui bahwa orang nomor satu di perusahaan taksi dengan logo burung warna biru ini sudah mengantarkan 6 tamu. Meski begitu menurut Sigit Djokosoetono, ada dua tamu yang terlewatkan dari orderan.
Unggahan bos Bluebird Sigit Djokosoetono tersebut diunggah ulang oleh pengguna di Twitter dengan username @socialiteghibah.
“CEO $BIRD lagi narik penumpang. Kalau ga salah dulu pernah Bu Noni juga do the same thing…,” kicaunya ditambah dengan dua foto Sigit Djokosoetono yang di-capture dari Instagram Story.
Masih dari kicauan akun tersebut, terdapat keterangan bahwa Sigit Djokosoetono naik dari mall Pasific Place Jakarta.