Otot Sering Kedutan, Bahaya Atau Tidak?

Otot Sering Kedutan, Bahaya Atau Tidak?

Otot Sering Kedutan, Bahaya Atau Tidak? – kedutan atau yang du kenal dengan istilah kata twitching adalah hal yang umumnya terjadi dan biasanya akan hilang pada sendirinya. Namun pada kondisi tertentu, Otot kedutan juga bisa di artikan sebagai tanda penyakit saraf yang telah terjadi pada manusi yang sering mengalami kedutan pada bagian tubuhnya. Untuk mencari apa arti yang ada alamin . Berikut merupakan salah satu dari beberapa dampak Otot Sering Kedutan, Bahaya Atau Tidak? Berikut beberapa dari pengertian yang dapat ada pahami bahwa otot sering berkedut itu bahaya atau tidak sebagai berikut :

Apa itu otot kedutan?

Otot kedutan atau muscle twitching adalah gerakan halus pada area kecil otot yang tidak disengaja. Biasanya, bagian otot yang berkedut terjadi di wajah (terutama kelopak mata), lengan, ibu jari, betis, dan kaki. Melansir laman Wexner Medical Center, pada kondisi normal, otak mengirimkan sinyal melalui saraf ke otot untuk memberi tahu kapan otot harus berkontraksi.

Hal ini membantu Anda untuk bergerak dan melakukan aktivitas. Selain itu, pengiriman sejumlah sinyal saraf tetap diperlukan pada tingkat dasar untuk menjaga otot tetap sehat. Namun, akibat kondisi tertentu, pengiriman sinyal dari sistem saraf (otak, sumsum tulang belakang, dan saraf) ke otot menjadi tidak seimbang. Kondisi ini menyebabkan saraf memberi sinyal kepada otot untuk bergerak secara berulang-ulang tanpa kendali yang kemudian disebut dengan otot kedutan.

Apa penyebab otot kedutan?

Secara umum, kedutan bukanlah suatu kondisi yang berbahaya, bahkan bisa hilang sendiri. Ini biasanya terjadi jika ada situasi tertentu dalam kehidupan yang mengganggu sistem saraf.  Namun, penyakit saraf tertentu juga bisa memicu kedutan pada otot. Lebih lengkap, berikut adalah beberapa kondisi yang bisa menjadi penyebab kedutan. 

1. Stres

Kedutan bisa disebabkan oleh rasa gugup, cemas, atau stres. Saat ini terjadi, tubuh Anda akan menangkap sinyal stres dan melepaskan neurotransmitter yang bisa memicu otot berkedut.  Biasanya, setelah stres atau kecemasan Anda mereda, kedutan juga berangsur-angsur hilang sendiri.

2.  Konsumsi kafein berlebihan

Kafein dapat berinteraksi dengan molekul ADP yang berperan pada semua transfer energi dalam tubuh. Kafein yang berlebihan pada tubuh dapat mengubah jumlah energi pada otot. Ini menyebabkan pelepasan sinyal saraf ke otot yang tidak normal dan menyebabkan otot kedutan.

3. Kekurangan nutrisi

Nutrisi tertentu dapat membantu mempertahankan fungsi normal otot dan saraf. Jika seseorang kekurangan nutrisi ini, perubahan pada saraf bisa terjadi hingga menimbulkan kedutan.  Adapun biasanya, nutrisi yang terkait dengan penyebab otot kedutan ini adalah vitamin D dan vitamin B12. 

4. Dehidrasi

Minum air yang cukup dapat membantu menyeimbangkan kadar natrium dalam tubuh. Adapun hal ini dapat membantu mempertahankan fungsi otot dan saraf yang normal. Ketika tubuh kehilangan banyak cairan dan jumlah natrium berlebih, kerja saraf bisa tidak optimal sehingga kedutan dapat terjadi. 

5. Kurang tidur

Kurang tidur juga berisiko membuat otot sering berkedut, terutama pada kelopak mata. Pasalnya, kurang tidur menyebabkan jumlah neurotransmiter yang diproduksi otak tidak stabil sehingga perintah yang diterima saraf otot pun menjadi terganggu.

6. Efek samping obat

Obat-obatan tertentu, seperti diuretik, kortikosteroid, dan estrogen, bisa menimbulkan efek samping otot kedutan. Obat-obatan ini diketahui dapat mengubah ion dalam tubuh kita (pH) yang menjadi penyebab kedutan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk tidak sembarang minum obat.

7. Olahraga

Otot juga bisa mengalami kedutan setelah Anda melakukan aktivitas fisik atau berolahraga. Biasanya, ini disebabkan oleh kekurangan elektrolit yang sering terjadi setelah melakukan aktivitas fisik ini. 

8. Penyakit saraf dan otot

Pada kondisi serius, penyakit saraf dan gangguan otot tertentu bisa menyebabkan kedutan. Berikut adalah beberapa kondisi medis yang dimaksud.

  • Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).
  • Muscular dystrophy (distrofi otot).
  • Multiple sclerosis.
  • Penyakit neurodegeneratif, seperti penyakit Parkinson dan Alzheimer.
  • Atrofi otot.
  • Neuropati atau kerusakan saraf yang mengarah ke otot.
  • Cedera kepala atau tulang belakang.

Selain penyakit saraf dan otot, beberapa kondisi medis lain yang memengaruhi metabolisme juga bisa menyebabkan kedutan, seperti penyakit ginjal, uremia, atau kekurangan kalium (hipokalemia).

Bagaimana cara mengatasi otot kedutan?

Cara mengatasi kedutan tergantung pada kondisi yang menyebabkannya. Misalnya, kedutan yang sering terjadi akibat dehidrasi bisa teratasi dengan minum banyak air sehabis beraktivitas atau saat cuaca panas. Sementara bila terjadi karena efek samping obat-obatan, konsultasikan dengan dokter untuk mengganti obat atau mengurangi dosisnya. Selain itu, Anda perlu menerapkan gaya hidup sehat untuk mencegah otot kedutan berulang sebagai berikut.

  • Memenuhi kebutuhan gizi harian dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
  • Rutin olahraga.
  • Mencukupi kebutuhan cairan.
  • Tidur yang cukup.
  • Mengurangi konsumsi kafein, seperti kopi atau minuman berenergi.

Bila otot yang berkedut cukup mengganggu, obat-obatan mungkin dapat dokter berikan. Konsultasikan dengan dokter untuk obat yang tepat.

Apa tandanya jika otot kedutan merupakan pertanda penyakit serius?

Kedutan juga bisa menjadi tanda dari penyakit serius, seperti penjelasan di atas. Jika Anda mengalami tanda kedutan berikut sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.

  • Kedutan berlangsung cukup lama dan tak kunjung mereda, hingga mengganggu aktivitas dan tidur Anda. 
  • Otot mulai terasa lemas.
  • Timbul kesemutan atau mati rasa di area yang mengalami otot berkedut.
  • Otot Anda tampak semakin mengecil.
  • Kejang.
  • Sakit kepala yang parah.

Bila ini terjadi, Anda mungkin perlu menjalani serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui penyebab pastinya. Ini termasuk tes darah untuk melihat kadar elektrolit dan fungsi tiroid, MRI atau CT scan untuk memeriksa tulang belakang atau otak, dan elektromiogram (EMG) untuk mengukur aktivitas listrik pada otot rangka.

Scroll to Top