Myanmar-Rusia kerja Sama Pengembangan Teknologi Energi Nuklir

Myanmar-Rusia kerja Sama Pengembangan Teknologi Energi Nuklir – Myanmar dan Rusia menjalin kerja sama pengembangan teknologi nuklir. Myanmar kemudian membuka fasilitas pendidikan nuklir pertamanya dengan bantuan Moskow pada Selasa (7/2/2023).

Sejak kudeta militer dua tahun lalu, Myanmar secara umum terisolasi secara intyernasional. Namun negara itu membangun hubungan dekat khususnya dengan Rusia. Bahkan hubungan tersebut diharapkan oleh kedua belah pihak, akan semakin maju terutama dalam kerja sama di bidang tenaga nuklir.

1. Min Aung Hlaing hadir dalam upacara penandatangan kerja sama nuklir dengan Rusia

Dalam penandatangan kerja sama pengembangan teknologi nuklir pada Senin (6/2/2023), Nyanmar diwakili oleh Myo Thein Kyae, Menteri Sains dan Teknologi dan Thaung Han, Menteri Tenaga Listrik. Sedangkan di pihak Rusia, Alexey Evgenievich Likhachev, direktur umum perusahaan energi atom Rusia Rosatom yang mewakili.

Dilansir Myanmar Now, pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, ikut hadir dalam penandatanganan perjanjian tersebut. Pembukaan pusat informasi teknologi nuklir dilakukan di Universitas Yangon yang diperluas sampai kota Hlaing.

“Berkat kerja sama Rosatom, Myanmar harus meningkatkan sumber daya manusia yang terkait dengan konstruksi dan menjalankan Reaktor Modular Kecil di Myanmar dan menghasilkan ahli yang memenuhi syarat untuk masing-masing sektor,” kata Min Aung Hlaing.

Di sisi lain, Rosatom menyatakan bahwa kerja sama pengembangan energi atom di Myanmar adalah demi bertujuan damai.

2. Teknologi nuklir untuk kesehatan, pertanian dan produksi listrik

Negara-negara di Asia Tenggara telah menjadi salah satu pusat perebutan pengaruh antara Rusia dan negara-negara Barat. Ini termasuk China yang telah banyak menggelontorkan investasi besar di Asia Tenggara.

Rusia juga disebut telah mempromosikan kerja sama tenaga nuklir dengan berapa negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam, Indonesia dan Filipina. Kini Moskow menandatangani nota kesepahaman dengan Myanmar.

“Kedua belah pihak terus terang bertukar pandangan tentang penggunaan efektif energi nuklir di sektor kesehatan dan pertanian termasuk produksi listrik dan kerja sama lebih lanjut dalam penggunaan energi nuklir secara damai,” kata surat kabar Myanmar yang dikelola junta militer, dikutip Associated Press.

“Pengenalan teknologi nuklir menyiratkan dorongan yang kuat untuk pengembangan ilmu alam, pendidikan dan pelatihan personel yang berkualifikasi tinggi. Kami menghargai fakta bahwa Myanmar telah memberikan preferensi pada teknologi nuklir Rusia,” kata Likhachev dalam sambutannya

3. Dugaan proyek pengembangan senjata nuklir rahasia Myanmar

Kerja sama pengembangan teknologi nuklir antara Myanmar dan Rusia, telah terjadi sejak sebelum kudeta Februari 2021. Rezim militer sebelumnya di Myanmar, telah memberi izin pembangunan reaktor Rusia di Myanmar pada 2007 untuk penelitian. Pada 2016, Rusia mengonfirmasi ratusan perwira militer Myanmar menjalani pelatihan teknologi nuklir.

Dalam penandatanganan kerja sama terbaru, Rusia akan mendidik lebih banyak personel Myanmar, merencanakan langkah menuju penerapan kerangka peraturan penggunaan energi nuklir dan otoritasi proyek pembangkit listrik tenaga nuklir kecil (SNPP).

Pada Juni 2022, ada laporan tentang dugaan bahwa Myanmar telah mengembangkan senjata nuklir rahasia. Dilansir Arms Control, mantan perwira Myanmar, Sai Thein Win, mengaku pernah jadi wakil manajer pabrik peralatan mesin khusus sebagai upaya Yangon mengembangan nuklir rahasia dan program rudal balistik.

Mantan inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Robert Kelley menganalisa keterangan Win. Kelley mengatakan, berdasar foto yang disediakan Win, ada mesin dan produk mesin yang dibuat di dua pabrik. Beberapa di antaranya dapat digunakan sebagai program pengayaan uranium.

Laporan sementara ini bersifat dugaan. Namun jika laporan itu benar, maka Myanmar berada dalam tahap sangat awal dan penyelesaian program itu masih tidak pasti. Myanmar sendiri adalah anggota Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara, yang mengikat 10 negara di kawasan untuk tidak mengembangkan senjata nuklir atau mengizinkan senjata semacam itu di kawasan tersebut.

Perdana Menteri, Kepala Dewan Administrasi Negara dan Jendral Senior Min Aung Hlaing menyaksikan langsung penandatangan kerjasama membangun reaktor nuklir kecil (small nuclear power plants SNPP) di Pusat Informasi Teknologi Nuklir di Yangon.

Perjanjian itu ditandatangani oleh Menteri Persatuan Untuk Sains dan Teknologi Myanmar Dr. Myo Thein Kyaw, sementara pihak Rusia diwakili oleh Dirjen Rosatom Alexey Likhacev. Mengutip laporan beberapa media lokal di Myanmar dan Rusia, kerjasama itu dinilai sebagai “langkah logis” kelanjutan hubungan antara Myanmar dan Rusia, yang memberikan “dasar-dasar yang solid” bagi kerjasama lebih lanjut.

Perjanjian ini tampaknya menindaklanjuti kerjasama teknologi nuklir yang disepakati sebelumnya pada September 2022.

Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan tidak mudah menilai tujuan kerjasama nuklir kedua negara itu. Diwawancara VOA hari Selasa (14/2), juru bicara Kemlu Teuku Faizasyah mengatakan sesuai hukum internasional, kerjasama di bidang teknologi nuklir dibolehkan selama untuk tujuan damai, seperti bidang kesehatan dan sebagainya.

“Pertama, yang harus dicari tahu adalah substansi yang dituangkan dalam kerjasama di antara kedua negara. Itu yang menjadi rujukan untuk bisa mengetahui sifat dari kerjasama dan intensi dari kerjasama yang dibangun. Jadi itu dua hal yang perlu dipastikan lebih dahulu,” kata Faizasyah.

Di sisi lain, lanjut Faizasyah, Indonesia adalah negara yang juga mendukung kerjasama bilateral atau internasional mengenai pemanfaatan teknologi nuklir untuk maksud-maksud damai. Dia menambahkan tidak mudah untuk membangun fasilitas nuklir untuk kepentingan pertahanan dan ini merupakan peran dari Badan Energi Atom Internasional IAEA untuk melakukan verifikasi.

Faizasyah belum bisa memastikan apakah kerjasama teknologi nuklir Myanmar-Rusia akan menjadi salah satu agenda pembahasan dalam pertemuan ASEAN selanjutnya.

Pengamat ASEAN di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pandu Prayoga menjelaskan wajar jika kerjasama reaktor nuklir antara Myanmar dan Rusia memicu kekhawatiran.

“Ketika dalam posisi sekarang Myanmar lagi tidak stabil, di mana lebih dikuasai oleh militer, ya wajar saja semua orang, terutama dari oposisi Myanmar khawatir jangan sampai ini disalahgunakan untuk membentuk senjata nuklir,” ujar Pandu.

Pandu menilai junta Myanmar pintar memanfaatkan momentum. Saat Rusia dimusuhi negara-negara Barat, Myanmar mendekati negara Beruang Merah itu dan berhasil menjalin kerjasama di bidang teknologi nuklir.

Scroll to Top