LAB 45: RI Harus Perbanyak Lisensi Teknologi Mutakhir – Tim peneliti LAB 45, Curie Maharani, memaparkan hasil penelitian mengenai Indonesia dalam pusaran dinamika persenjataan global.
Curie mengatakan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap alutsista asing, pemerintah perlu menguatkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri.
Hal ini ia sampaikan webinar dengan Indonesia dalam Pusaran Dinamika Persenjataan AUKUS-China, Selasa (5/10).
“Kami perlu menggaris bawahi bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap alutsista asing pemerintah perlu menguatkan penguatan kemampuan industri pertahanan dalam negeri,” kata Curie, Selasa (5/10).
Selain menguatkan pertahanan dari segi anggaran, menurut Curie pemerintah juga harus mengupayakan banyak lisensi militer mutakhir.
“Tapi caranya mungkin adalah ketika kami membaca data itu tidak hanya meningkatkan proporsi anggaran, tapi juga pemerintah harus mengupayakan banyak lisensi militer mutakhir,” ujarnya.
“Sehingga kita tidak hanya meningkatkan infanteri atau jumlah senjata yang kita punya yang sifatnya lebih mutakhir tapi juga kemampuan produksi dalam negeri untuk teknologi tersebut,” sambungnya.
Menurut dia, jika teknologi pertahanan bisa meningkat, Indonesia bisa keluar dari jebakan pembiaran persenjataan yang sedang dialami saat ini.
“Nah apabila scoring untuk teknologi pertahanan tadi bisa meningkat ada kemampuan Indonesia bisa keluar dari jebakan pembiaran senjata yang sedang kita alami saat ini,” kata dia.
Sebelumnya, di kesempatan yang sama, Curie Maharani menyebut, jika potensi pertahanan Indonesia cukup baik. Bahkan, kata dia, di atas Israel.
“Jadi kalau kita melakukan visualisasi seperti ini untuk menggambarkan trianggulasi determinan dalam dinamika persenjataan kami mencermati sebenarnya Indonesia memiliki potensi pertahanan di atas Israel namun sedikit di bawah Turki,” ungkapnya.
Curie mengatakan, apabila Indonesia berkeinginan menuju modernisasi persenjataan atau bahkan bisa ke tahap peningkatkan, maka dibutuhkan perubahan signifikan dalam tata kelola ekonomi pertahanan.
Tim peneliti LAB 45, Curie Maharani, memaparkan hasil penelitian mengenai Indonesia dalam pusaran dinamika persenjataan global.
Curie mengatakan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap alutsista asing, pemerintah perlu menguatkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri.
Hal ini ia sampaikan webinar dengan Indonesia dalam Pusaran Dinamika Persenjataan AUKUS-China, Selasa (5/10).
“Kami perlu menggaris bawahi bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap alutsista asing pemerintah perlu menguatkan penguatan kemampuan industri pertahanan dalam negeri,” kata Curie, Selasa (5/10).
Selain menguatkan pertahanan dari segi anggaran, menurut Curie pemerintah juga harus mengupayakan banyak lisensi militer mutakhir.
“Tapi caranya mungkin adalah ketika kami membaca data itu tidak hanya meningkatkan proporsi anggaran, tapi juga pemerintah harus mengupayakan banyak lisensi militer mutakhir,” ujarnya.
“Sehingga kita tidak hanya meningkatkan infanteri atau jumlah senjata yang kita punya yang sifatnya lebih mutakhir tapi juga kemampuan produksi dalam negeri untuk teknologi tersebut,” sambungnya.
Menurut dia, jika teknologi pertahanan bisa meningkat, Indonesia bisa keluar dari jebakan pembiaran persenjataan yang sedang dialami saat ini.
“Nah apabila scoring untuk teknologi pertahanan tadi bisa meningkat ada kemampuan Indonesia bisa keluar dari jebakan pembiaran senjata yang sedang kita alami saat ini,” kata dia.
Sebelumnya, di kesempatan yang sama, Curie Maharani menyebut, jika potensi pertahanan Indonesia cukup baik. Bahkan, kata dia, di atas Israel.
“Jadi kalau kita melakukan visualisasi seperti ini untuk menggambarkan trianggulasi determinan dalam dinamika persenjataan kami mencermati sebenarnya Indonesia memiliki potensi pertahanan di atas Israel namun sedikit di bawah Turki,” ungkapnya.
Curie mengatakan, apabila Indonesia berkeinginan menuju modernisasi persenjataan atau bahkan bisa ke tahap peningkatkan, maka dibutuhkan perubahan signifikan dalam tata kelola ekonomi pertahanan.
Tim peneliti LAB 45, Curie Maharani, memaparkan hasil penelitian mengenai Indonesia dalam pusaran dinamika persenjataan global.
Curie mengatakan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap alutsista asing, pemerintah perlu menguatkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri.
Hal ini ia sampaikan webinar dengan Indonesia dalam Pusaran Dinamika Persenjataan AUKUS-China, Selasa (5/10).
“Kami perlu menggaris bawahi bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap alutsista asing pemerintah perlu menguatkan penguatan kemampuan industri pertahanan dalam negeri,” kata Curie, Selasa (5/10).
Selain menguatkan pertahanan dari segi anggaran, menurut Curie pemerintah juga harus mengupayakan banyak lisensi militer mutakhir.
“Tapi caranya mungkin adalah ketika kami membaca data itu tidak hanya meningkatkan proporsi anggaran, tapi juga pemerintah harus mengupayakan banyak lisensi militer mutakhir,” ujarnya.
“Sehingga kita tidak hanya meningkatkan infanteri atau jumlah senjata yang kita punya yang sifatnya lebih mutakhir tapi juga kemampuan produksi dalam negeri untuk teknologi tersebut,” sambungnya.
Menurut dia, jika teknologi pertahanan bisa meningkat, Indonesia bisa keluar dari jebakan pembiaran persenjataan yang sedang dialami saat ini.
“Nah apabila scoring untuk teknologi pertahanan tadi bisa meningkat ada kemampuan Indonesia bisa keluar dari jebakan pembiaran senjata yang sedang kita alami saat ini,” kata dia.
Sebelumnya, di kesempatan yang sama, Curie Maharani menyebut, jika potensi pertahanan Indonesia cukup baik. Bahkan, kata dia, di atas Israel.
“Jadi kalau kita melakukan visualisasi seperti ini untuk menggambarkan trianggulasi determinan dalam dinamika persenjataan kami mencermati sebenarnya Indonesia memiliki potensi pertahanan di atas Israel namun sedikit di bawah Turki,” ungkapnya.
Curie mengatakan, apabila Indonesia berkeinginan menuju modernisasi persenjataan atau bahkan bisa ke tahap peningkatkan, maka dibutuhkan perubahan signifikan dalam tata kelola ekonomi pertahanan.