Jangan Sampai Telat, Pemerintah Diminta Segera Berikan Regulasi Al yang Jelas

Jangan Sampai Telat, Pemerintah Diminta Segera Berikan Regulasi Al yang Jelas – Kecerdasan buatan atau Artificial Interlligence (Al) memang bisa mengambil alih pekerjaan kita. Oleh karena itu, kita pun tidak boleh kalah dengan kemampuan yang sebenarnya diciptakan oleh manusa tersebut.

Ketua Bidang Hukum Internar DPP Partai Perindo Christophorus Tufik menyatakan manusa harus meningkatakan keilmuan dan pengetahuannya di tengah ancaman robot artificial interlligence. Menurutnya disadari atau tidak Al banyak mengancam menggantikan manusia di beberapa sektor pekerjaan.

Christophorus Taufik yang merupakan Bacaleg DPR RI dari Partai Perindo Dapil Jawa Timur V (Malang Raya) menyatakan, robot Al hanya memanfaatkan data yang beredar didunia maya yang pasti tidak memiliki kreatifitas, moralitas, empati, kecerdasan emosional, dan sebagainya.

Oleh karena itu, politisi Partai Perindo itu menilai, disitu celah manusia agar mengembangkan keilmuan dan pengetahuannya agar tidak terancam oleh robot Al dalam dunia pekerjaan.

“(AI) sebagai peringatan sekaligus tantangan bagi manusia untuk mengembangkan keilmuannya dan pengetahuannya di bidang-bidang yang tidak bisa digantikan oleh AI, yaitu bidang-bidang yang memang menuntut kemampuan manusia sebagai manusia seutuhnya dengan segala pernak-pernik kemanusiaannya seperti kreatifitas dan lain-lain,” kata Chris.

Juru bicara nasional Partai Perindo itu menambahkan, aturan pemanfaatan AI juga perlu segera diberikan regulasi yang jelas. Di satu sisi setiap insan harus menerima perkembangan teknologi tapi tidak menyampingkan jumlah SDM kita yang melimpah.

“Lembaga legislatif bersama-sama dengan Pemerintah sudah selayaknya mulai menyusun regulasi-regulasi yang relevan untuk mengendalikan perkembangan AI, termasuk juga pengendalian penggunaannya,” pungkasnya.

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) memang dikahwatirkan membuat banyak manusia kehilangan pekerjaannya. Pasalnya, saat ini AI sudah digunakan untuk pemrograman yang menggunakan robot dapat dengan mudah menggantikan pekerjaan.

Dengan semakin canggihnya AI, bahkan peneliti di Universitas Cambridge bisa menciptakan robot yang dapat membuat makanan alias koki. Robot ini diklaim mampu mempelajari resep hanya dengan menonton sebuah video makanan.

Robot koki ini pun disebut mampu menganalisis video secara cermat. Bahkan saat robot disuguhkan 8 resep salad berbeda dalam format video, ia mampu mengidentifikasi dengan benar resep dengan tingkat alurasi 93%.

Sebagaimana dihimpun dari TechSpot, selain dapat mempelajari resep hanya dengan menonton sebuah video makanan, robot juga digadang-gadang mampu menentukan 83% tindakan yang diperlukan untuk menyiapkannya.

Para peneliti memberi sistem total 16 demonstrasi video dengan sedikit variasi dalam resep dan menggunakan beberapa jaringan saraf yang tersedia untuk umum untuk mengubahnya menjadi serangkaian tugas yang dapat dilakukan robot.

Setiap bingkai video dianalisis dengan jaringan OpenPose dan YOLOv5m untuk mendeteksi tangan juru masak, bahan, dan perkakas yang terlibat.Para peneliti kemudian menggunakan pendekatan statistik yang disebut model Markov tersembunyi (HMM) untuk membedakan urutan tindakan beserta panjangnya serta proporsi bahannya.

Menariknya, robot mampu mendeteksi ketika resep melibatkan ukuran porsi yang lebih tinggi atau mengklasifikasikan variasi kecil sebagai kesalahan manusia. Ketika para peneliti memberi sistem video demonstrasi untuk resep kesembilan yang benar-benar berbeda dari yang lain, robot dapat mengidentifikasinya dengan benar sebagai resep baru.

Grzegorz Sochaki, yang merupakan salah satu insinyur yang terlibat dalam proyek tersebut, menjelaskan bahwa memprogram robot untuk membuat berbagai hidangan adalah tugas dengan tantangan yang sangat besar.

Namun ia membuktikan hal itu bisa dilakukan seiring berjalannya waktu, Sochaki dan timnya pun berharap koki robot akan dapat mempelajari resep dengan cepat dan mudah dari video yang diposting di media sosial. Meskipun hal ini menimbulkan kekhawatiran robot dapat menggantikan tugas koki, para ahli menegaskan bahwa itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Mereka percaya robot hanya akan bertugas sebagai penerima pesanan, dan koki manusia hampir tidak mungkin tergantikan. Jadi, akan sulit untuk robot yang hanya menerima resep untuk bersaing dengan koki manusia yang dapat mengubah makanan sesuai dengan selera.

Kabar mengenai gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN), atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri, hingga saat ini belum ada kepastian kapan gaji tersebut akan cair.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan, pencairan gaji ke-13 masih dalam tahap pembahasan.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo memastikan, Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetap akan mendapat jatah gaji ke-13 pada tahun ini. Adapun proses pembayarannya akan dilakukan pada akhir kuartal IV tahun ini, atau sekitar November-Desember 2020.

Menanggapi hal itu, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mengatakan seharusnya pemerintah jangan menunda-nunda pencairan gaji ke-13 PNS tersebut, karena saat ini sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

“Saya kira ini kan sudah diputuskan di pemerintah dalam Perpres ada postur APBN di 2020, dan di postur APBN ini sudah masuk gaji ke-13, saya kira pemerintah tinggal menjalankan saja, ini begitu penting karena komitmen regulasi harus dipenuhi,” kata Tauhid kepada Liputan6.com, Jumat (3/7/2020).

Menurutnya, jika pencairan gaji ke-13 PNS itu mundur atau terlambat, maka pemerintah akan kehilangan momentum. Biasanya para PNS menerima gaji tersebut saat memasuki tahun ajaran baru, karena banyak kebutuhan lain yang diperlukan untuk biaya pendidikan anaknya atau lainnya terpaksa tersendat.

“Katakanlah Juni-Juli ini ketika tahun ajaran baru sangat diperlukan, ketika dia terlambat otomatis momentumnya hilang. Terutama PNS yang golongan rendah akan sangat sulit dalam melakukan kebiasaan untuk membayar pendidikan anak, dan sebagainya,” katanya.

Scroll to Top