Investor Lepas Saham Teknologi di Wall Street, Bursa Saham Asia Bervariasi – Bursa saham Asia Pasifik beragam pada perdagangan Selasa (27/6/2023). Pergerakan bursa saham Asia yang bervariasi setelah wall street alami aksi jual saham teknologi pada awal pekan ini.
Aksi jual tersebut juga mendorong saham Tesla jatuh 6% setelah Goldman Sachs menurunkan peringkat produsen mobil listrik, dengan alasan hambatan harga. Saham teknologi lain yakni Nvidia, Aplhabet, dan platform Meta juga masing masing merosot lebih dari 3%.
Dikutip dari CNBC, indeks ASX 200 dibuka naik 0,28% seiring investor menanti angka inflasi pada Mei 2023. Data inflasi tersebut akan memberikan petunjuk untuk pergerakan suku bunga Reserve Bank of Australia pada Agustus 2023.
Di Jepang, indeks Nikkei 225 memperpanjang koreksi setelah melemah tiga hari berturut-turut. Indeks Nikkei 225 melemah 0,25 persen. Indeks Topix turun 0,06 persen.
Indeks Kospi dan Kosdaq Korea Selatan juga berada di zona merah. Indeks Kospi dan Kosdaq masing-masing turun 0,46 persen dan 0,53 persen pada awal sesi perdagangan.
Indeks Hang Seng Hong Kong berpotensi menguat seiring kontrak berjangka berada di posisi 18.894 dibandingkan penutupan sebelumnya 18.794,13.
Di Amerika Serikat, tiga indeks acuan utama wall street melemah. Indeks Nasdaq melemah 1,16 persen, indeks S&P 500 merosot 0,45 persen, dan indeks Dow Jones susut 0,04 persen ke posisi 33.7114,71.
Penutupan Bursa Saham Asia pada 26 Juni 2023
Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan saham Senin, 26 Juni 2023. Hal ini seiring bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menghentikan kenaikan beruntun pada Jumat pekan lalu.
Dikutip dari CNBC, dalam catatan Senin pagi, Analis CMC Markets Tina Teng menulis kekhawatiran ekonomi kembali menjadi pusat perhatian karena kekhawatiran resesi meningkat, dengan tingkat lonjakan di Eropa dan Amerika Serikat mengguncang pasar global.
Indeks Saham Acuan Lainnya
Selama akhir pekan, Eropa juga menyaksikan pemberontakan singkat oleh kelompok militer swasta Wagner di Rusia mendorong harga minyak naik pada Senin, 26 Juni 2023.
Indeks Hang Seng Hong Kong memperpanjang koreksi pekan lalu dengan turun 0,4 persen. Bursa saham China juga melemah setelah libur dua hari. Indeks Shanghai merosot 1,48 persen ke posisi 3.150,62 dan catat kerugian empat hari berturut-turut.
Indeks Shenzhen melemah 1,69 persen ke posisi 10.872,3. Di Jepang, indeks Nikkei 225 menguat 0,25 persen ke posisi 32.698,81. Indeks Topix merosot 0,20 persen ke posisi 2.260.
Di Australia, indeks saham ASX 200 turun 0,29 persen ke posisi 7.078,7. Koreksi indeks saham Australia itu terseret saham energi dan menandai penurunan empat hari berturut-turut.
Indeks Kospi Korea Selatan naik 0,47 persen ke posisi 2.582,2. Indeks Kosdaq bertambah 0,53 persen ke posisi 879,5.
Penutupan Wall Street pada 26 Juni 2023
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan saham Senin, 26 Juni 2023. Indeks Nasdaq jatuh pada awal pekan seiring investor melakukan aksi jual saham teknologi dan minggu perdagangan terakhir semester pertama.
Dikutip dari CNBC, Selasa (27/6/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Nasdaq merosot 1,16 persen ke posisi 13.335,78. Indeks S&P 500 terpangkas 0,45 persen ke posisi 4.328,82. Indeks Dow Jones melemah 12,72 poin atau 0,04 persen ke posisi 33.714,71.
Kemunduran saham raksasa teknologi berkontribusi besar pada penurunan taham indeks Nasdaq. Saham Nvidia, Alfabet, dan Meta merosot lebih dari 3 persen. Saham Tesla merosot 6 persen seiring Goldman Sachs menurunkan peringkat produsen mobil listrik dengan alasan hambatan harga.
“Pasar sedang dalam proses mencerna. Saham teknologi memimpin, terutama dipimpin oleh saham-saham teknologi berkapitalisasi besar dan Nasdaq 100,” ujar CEO 50 Park Investments, Adam Sarhan.
Sarhan menuturkan, koreksi terlihat sehat setelah reli yang signifikan selama saham menahan diri dari aksi jual yang terlihat pada 2022.
Saham Teknologi
Saham teknologi telah pulih pada 2023 setelah sulit pada 2022 karena investor bertaruh pada janji kecerdasan buatan dan harapan untuk akhiri kebijakan pengetatan suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed). Rotasi kembali ke nama-nama saham bertumbuh atau growth stock telah angkat indeks Nasdaq 27,4 persen, dan menempatkannya pada kinerja terbaik sejak 1983.
Segmen lain dari pasar juga berada di jalur untuk paruh pertama bahkan setelah reli pasar terhenti pekan lalu, dan rata-rata indeks hentikan rentetan kenaikan mingguan. Indeks S&P 500 naik 12,7 persen, sedangkan indeks Dow Jones bertambah 1,7 persen.
Pekan terakhir Juni relatif ringan untuk laporan ekonomi. Pada pekan ini ada rilis indeks pengeluaran konsumsi pribadi pada Mei. Kemudian laporan kinerja laba perusahaan dari Walgreens, Boots Alliance pada perdagangan Selasa pekan ini, dan Nike pada Kamis pekan ini.
Pelaku pasar juga memantau situasi di Rusia menyusul pemberontakan singkat oleh kelompok militer swasta Wagner selama akhir pekan. Ketidakpastian tentang situasi di sana dapat membuat pasar gelisah.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup bervariasi dengan mayoritas menguat pada perdagangan Kamis kemarin, di mana dua indeks mengakhiri koreksinya selama empat hari beruntun.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun tipis 0,01% ke posisi 33.946,711. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berhasil menguat. S&P 500 menguat 0,37% ke 4.381,89 dan Nasdaq melesat 0,95% menjadi 13.630,61.
S&P 500 dan Nasdaq resmi mengakhiri koreksi empat hari beruntunnya pada perdagangan Kamis, karena investor memburu kembali saham-saham teknologi. Namun untuk Dow Jones memperpanjang koreksinya sehingga pada Kamis pekan ini menjadi koreksi lima hari beruntun.
Investor kembali mengambil beberapa saham teknologi utama yang ‘rusak’ pekan ini. Saham Tesla ditutup lebih tinggi, meskipun jatuh pada hari sebelumnya, bahkan setelah Morgan Stanley menurunkan peringkat Tesla.
Analis Morgan Stanley, Adam Jonas, yang sudah lama menjadi penganut bull Tesla, merevisi peringkatnya menjadi equal weight, dari sebelumnya overweight.
Sedangkan saham Amazon ditutup melonjak lebih dari 4%, saham Microsoft melesat 1,8%, dan saham Apple mencapai tertinggi baru sepanjang masa di akhir perdagangan, di mana saham Apple melompat lebih dari 1%.
Baca: Bursa Asia Ramai-ramai Dibuka Melemah, Ada Apa?
Saham-saham teknologi sebelumnya sempat dilepas oleh investor karena sentimen dari antusiasme terkait teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mulai memudar.
Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengisyaratkan akan menaikkan lagi suku bunga acuannya juga membebani saham-saham teknologi.
Namun pada perdagangan Kamis, pasar tidak mau berlarut-larut dalam rasa kekecewaan setelah The Fed menegaskan masih akan bersikap hawkish.
Sebelumnya, Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa dia mengharapkan lebih banyak kenaikan suku bunga ke depan karena inflasi masih cukup tinggi dan juga masih cukup jauh dari target yang ditetapkan sebesar 2%.
“Tekanan inflasi terus tinggi dan proses menurunkan inflasi menjadi 2% masih jauh,” katanya dalam sambutan yang disiapkan untuk dengar pendapat di depan Komite Jasa Keuangan DPR.
Komentar tersebut muncul setelah kesimpulan dari pertemuan pekan lalu ketika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya, setelah 10 kali kenaikan berturut-turut.
Namun, para pejabat The Fed mengindikasikan ada kemungkinan kenaikan dua kali lagi di akhir tahun ini.
“Hampir semua peserta FOMC memperkirakan akan tepat untuk menaikkan suku bunga sedikit lebih jauh pada akhir tahun ini,” ujar Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS Rabu kemarin.
Dengan pernyataan Powell tersebut, pelaku pasar mengharapkan hanya satu kenaikan suku bunga sebesar 25 bp pada Juli mendatang oleh The Fed untuk sisa tahun ini.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 76,9% The Fed akan mengerek lagi suku bunga acuan sebesar 25 bp pada Juli mendatang. Sedangkan sisanya yakni sebesar 23,1% The Fed akan kembali menahan suku bunga.
Baca: Dibuat Pusing AS-China, BI ‘Angkat Senjata’ Amankan Rupiah
“Pasar lebih lemah karena saya pikir mereka menyadari bahwa bukan hanya Federal Reserve, tetapi bank sentral global belum selesai, dan sebenarnya masih berkomitmen penuh untuk melawan inflasi mereka dan akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi jika perlu,” kata Megan Horneman, kepala investasi di Verdence Capital Advisors, dikutip dari CNBC International.