Guru Disebut Melek Teknologi Bila sudah Melewati 4 Derajat Integrasi Teknologi Ini

Guru Disebut Melek Teknologi Bila sudah Melewati 4 Derajat Integrasi Teknologi Ini – Sejak pandemi merebak, transformasi digital berlangsung lebih cepat dan berdampak pada semua bidang, termasuk dunia pendidikan.

Adanya transformasi digital ini tentu memberikan beragam keuntungan serta tantangan bagi para penduduk, baik guru mau pun dosen.

Ilona Chistina Kakerissa, Koodinator pengembangan Program Yayasan Guru Belajar mengatakan, teknologi memang tidak akan menggantikan profesi guru, namun pendidik yang tidak fasih dengan teknologi akan tergantikan dengan mereka yang mampu memanfaatkannya dengan baik.

Ia mengungkapkan terdapat model jaringan karya Ruben Puentedura yang mewngkategorikan empat derajat integrasi teknologi dalam pembelajaran. Katagori dalam pembelajaran. Katagori tersebut yakni substitution, augmentation, modification, dan redefinition.

“Model ini bisa kita gunakan untuk evaluasi. Sudah sampai mana kita memanfaatkan dan mengintegrasikan teknologi untuk pembelajaran? Masih tahapan peningkatan atau sudah transformasi?,” ungkapnya, Minggu (27/2).
Ilona menjelaskan, teknologi hanya menjadi substitution atau pengganti apabila hanya memindahkan soal yang dulunya ada di dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) ke dalam komputer. Sedangkan pada tahapan augmentation, terdapat sedikit perubahan pengalaman murid ketika belajar.

Misalnya mengerjakan soal dengan menggunakan google form atau kahoot, yang mana setelahnya mereka bisa langsung mendapatkan umpan balik guru.
Pada level modification, perubahan desain pembelajaran karena adanya teknologi terasa lebih aktual dan signifikan. Dalam hal ini, pendidik harus mampu mendorong murid agar tugas pembelajarannya tidak hanya bertujuan mendapatkan nilai namun juga berguna untuk orang banyak. Sebagai contoh, membuat konten di media sosial yang bisa dimanfaatkan oleh banyak orang.

“Kalau sudah pada tahapan redefinition, kita memberikan tugas pada murid atau mahasiswa tidak hanya agar mereka membuat konten untuk dinikmati banyak orang. Tapi bagaimana mereka bisa menciptakan inovasi yang baru dengan memanfaatkan teknologi yang ada,” jelas Ilona.
Menurutnya, selama ini pendidik di Indonesia masih terjebak pada tahapan substitution. Sehingga penggunaan teknologi tidak membantu untuk keluar dari krisis pembelajaran yang bahkan terjadi sebelum pandemi.

“Teknologi kita sudah maju, ada VR, AR, AI, dan lainnya. Tapi kemajuan teknologi ini masih dibarengi dengan strategi pembelajaran (pedagogi) gaya lama. Misalnya, drilling soal dalam les online. Dunia industri membutuhkan angkatan kerja yang siap memecahkan persoalan nyata bukan soal di layar laptop,” tuturnya.
Untuk itu, Ilona menegaskan, perlu ada irisan antara penguasaan konten, pemilihan strategi pembelajaran dan penggunaan teknologi yang sesuai untuk mendorong inovasi dan transformasi.

“Sebagai guru kita punya content knowledge, kita cari dulu teknologi apa yang mendukung untuk media transfernya. Tapi ini tidak akan bermakna kalau tidak ditunjang dengan pedagogi yang tepat. Apa itu pedagogi? Strategi kita. Metode apa yang kita pakai agar pembelajaran sampai ke murid,” pungkasnya.

Era digital adalah saat untuk mengubah mindset. Guru harus bisa menggunakan berbagai media dan jangan alergi dengan teknologi. Bukan waktunya lagi guru hanya duduk di belakang meja tapi harus menguasai siswa melalui aktivitas atau memberi penjelasan. Demikian dikatakan Rektor UNY Sutrisna Wibawa dalam pembekalan Praktek Pengenalan Lapangan (PPL) PPG dalam jabatan tahap 2 di

UNY, Jumat (26/7). Lebih lanjut diungkapkan bahwa guru harus memiliki empat kompetensi yaitu kompoetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. “Dalam praktek di lapangan guru harus bisa melaksanakan empat kompetensi itu” kata Sutrisna Wibawa. Dipaparkan bahwa tugas guru ada dua, mengajar yaitu memindahkan ilmu pengetahuan pada siswa serta mendidik yaitu transformasi nilai. Selain membentuk Intelligent Quotient,

Emotional Quotient dan Spiritual Quotient tidak kalah penting yaitu AQ atau Adversitas Quotient yang akan membuat siswa tidak mudah mengeluh dan tahan banting. Pekerjaan rumah juga penting asal jangan tidak terlalu banyak, karena hal itu penting untuk pengukuhan ilmu yang didapatkan.

Kepala P4TKN UNY, Suyud mengatakan bahwa peserta pembekalan PPL PPG dalam jabatan tahap 2 ini ada 513 orang dengan rincian 294 mahasiswa di Digital Library dan 219 orang di Fakultas Ekonomi. Peserta PPL telah menyelesaikan lokakarya perangkat pembelajaran dan akan diterjunkan ke sekolah lokasi mulai 29 Juli hingga 16 Agustus. Menurutnya untukl PPL tahap 2 ini digunakan 58 sekolah yang terdiri dari 7 TK, 17 SD, 19 SMP, 9 SMA dan 6 SMK serta melibatkan 166 guru pamong dan 98 dosen pembimbing lapangan. “PPL merupakan kegiatan akhir PPG yang sangat penting dan strategis karena bisa untuk mengimplementasikan apa yang telah dikembangkan di lokakarya untuk menjadi guru profesional” tutup Suyud. (Dedy)

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara pelatihan integrasi teknologi, self-efficacy, dan penerimaan teknologi. Dalam pengertian ini, studi dua fase pertama-tama memvalidasi instrumen dan kemudian hubungan antara faktor-faktor tertentu diuji melalui pemodelan persamaan struktural. Sementara 384 calon guru mengikuti tahap validasi instrumen, 790 calon guru mengikuti tahap uji coba model. Temuan pertama mengungkapkan bahwa skala adalah instrumen yang valid dan dapat diandalkan. Kedua, pelatihan guru pra-jabatan tentang integrasi teknologi secara signifikan memprediksi kemanjuran diri mereka, kegunaan yang dirasakan, dan kemudahan penggunaan yang dirasakan. Semua faktor ini, akibatnya, memprediksi niat mereka untuk menggunakan teknologi.

Scroll to Top