Guardian, Teknologi Canggih Pendeteksi Pembalapan Liar di Sumbar

Guardian, Teknologi Canggih Pendeteksi Pembalapan Liar di Sumbar – Illegal logingĀ  atau pembalapan liar menjadi ancaman bagi kelestarian hutan, aktivitas yang tidak bertanggung jawab tersebut juga kerap menjadi pemicu bencana alam seperti banjir dan longsor.

Di Sumatera Barat, hutan sosial yang dikelola oleh masyarakat juga tidak luput dari aktivitas pembalakan liar. Akibatnya, ketika dilakukan patroli, banyak kayu kayu besar yang sudah ditebang.

Melihat hal tersebut, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI bekerjasama dengan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) terus melakukan upaya penyelamatan hutan dari tangan tangan jahil itu.

Kini, KKI WARSI menginnisiasi pemasangan teknologi yang dapat mendeteksi aktivitas pembalapan liar didalam hutan.

Teknologi tersebut bernama guardian, alat ini dipasang diatas pohon yang tinggi. Guardian bisa mendeteksi suara mesin gergaji atau chainsaw, kendaraan, serta suara tembakan.

Ketika guardian mendeteksi suara tersebut, secara otomatis mengirimkan pemberitahuan ke telepon pintar tim patroli sehingga memudahkan mereka untuk melakukan pemeriksaan langsung.

Alat ini sudah dipasang sejak 2019, hingga kini totalnya 17 unit,” kata Manager Program KKI WARSI Rainal Daus. Ia menjelaskan guardian dipasang di Kabupaten solok, Solok Selatan, Sijunjung dan Dharmasraya. Dengan adanya teknologi ini pihaknya lebih mudah memantau jika ada aktivitas pembalakan liar.

Reinal menyebut, luas perhutanan sosial yang saat ini diizinkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk dikelola oleh masyarakat seluar 500.000 hektare.

Sementara total luas hutan di Sumbar yakni sekitar 2,2 juta hektare, 1,5 juta hektare di antaranya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sumbar.

“Pemasangan alat ini juga membantu tim patroli atau polisi hutan yang jumlahnya cukup terbatas,” kata dia.

Data KKI Warsi, luas tutupan hutan Sumbar pada 2017 berkurang menjadi 1.895.324 hektare, dan terus berkurang pada 2019 menjadi 1.871.972 hektare.

Artinya, luas tutupan hutan Sumbar saat ini hanya tersisa 44 persen, dari wilayah Provinsi Sumbar atau terjadi penurunan seluas 23.352 hektare dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Kawasan ini cukup rentan dari praktek perusakan kawasan hutan, berupa kegiatan pembalakan liar atau penggunaan kawasan hutan tanpa izin.

“Ditambah pula dengan jumlah personel polisi hutan yang tidak memadai,” jelasnya.

Reinal mengatakan daerah yang dominan terjadi penurunan tutupan hutan di Sumbar, yaitu Kabupaten Dharmasraya, Mentawai, Solok Selatan, serta Pesisir Selatan.

Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perambahan hutan untuk pembukaan lahan baru perladangan masyarakat, penebangan kayu tanpa izin serta penambangan emas ilegal.

Sementara Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi mengakui jumlah personel polisi hutan di wilayah ini sangat tidak mencukupi.

Jumlah personel polisi hutan di Sumbar saat ini 115 orang, katanya untuk melindungi kawasan hutan seluas lebih dari 1,5 juta hektare.

Diperkirakan satu orang personel polisi kehutanan melindungi hutan seluas 10.000 hektare, areal yang sangat luas untuk dilindungi satu orang.

“Padahal idealnya, areal perlindungan untuk satu orang personel Polisi Kehutanan adalah 5.000 hektare,” katanya.

Oleh sebab itu, ia mengapresiasi adanya inisiasi dari KKI Warsi untuk memasanga teknologi guardian tersebut, sehingga bisa membantu pekerjaan personel polisi hutan.

Sebanyak 12 kasus pembalakan liar di hutan Sumatera Barat terdeteksi melalui alat sensor akustik Guardian. Alat sensor akustik yang dipasang di hutan itu mengirimkan notifikasi adanya aktivitas chain shaw atau gergaji pemotong pohon. “Sepanjang 2019 ada 210.000 notifikasi dan 2020 hingga juni ini ada 180.000 notifikasi. Terkuak ada 12 kasus pembalakan liar di hutan,” kata Manager Program KKI Warsi Rainal Daus yang dihubungi Kompas.com, Jumat (17/7/2020).

Rainal mengatakan sejak 2019 lalu, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Sumbar telah memasang 6 alat sensor akustik Guardian di hutan nagari atau desa. Tujuannya adalah untuk menjaga hutan nagari di Sumatera Barat dari aktifitas pembalakan liar. Alat ini mampu mendeteksi suara mesin gergaji (chain shaw) pemotong kayu, suara mobil dan suara tembakan yang notifikasinya bisa diketahui. “Alat ini dikembangkan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI bekerjasama dengan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) dan Pemerintah Nagari,” kata Rainal.

Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi Usama Putra mengatakan sistem operasi Guardian telah membantu dan memudahkan tim Patroli LPHN di 6 desa untuk melakukan pemantauan secara real time. “Selain itu juga mengefektifkan kinerja Tim Patroli LPHN dalam mengumpulkan barang bukti atas temuan lapangan berupa rekaman suara, foto temuan lapangan, serta titik koordinat lokasi temuan,” jelas Yozarwardi. Menurut Yozarwardi, teknologi itu menciptakan tantangan baru dalam hal menyangkut kapabilitas tim patroli dalam melakukan penindakan atas temuan lapangan. “Hal ini akan kita sinergikan dengan tim dalam penindakan dugaan kasus pembalakan liar. Ini sebenarnya membantu kinerja kita dalam melindungi hutan,” kata Yozarwardi.

Penebangan hutan masih menjadi masalah pelik di Indonesia. Dari tahun ke tahun, luasan tutupan hutan makin mengecil. Nah, Google beserta beberapa komunitas akhirnya turun gunung blusukan ke hutan di Sumatera Barat, untuk mencegah dan menekan penebangan hutan dengan menggunakan teknologi kecerdasan. Pemilihan lokasi hutan di Sumatera Barat karena luas tutupan hutan di wilayah ini terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2000, luas tutupan hutan di Sumatera Barat mencapai 61 persen, tapi lima tahun kemudian luas tutupan hutan menyusut menjadi 53 persen.

Scroll to Top