Sederet Keunggulan Teknologi MICS, Sayatan Kecil dalam Operasi Bedah Jantung – Dengan kemajuan teknologi, operasi jantung ini bisa dilakukan melalui sayatan kecil di dada atau MICS (Minimally Invasive Cardiac Surgery).
Dijelaskan dokter Spesilis Bedah Toraks, Kardiak dan Vaskular (BTKV) Dicky Aligheri Wartono dari Heartology Hospital, metode ini berbeda dengan bedah jantung terbuka atau konvensional dimana akses jantung harus melalui sayatan besar untuk membelah tulang dada (sternotomy).
“Bedah jantung invasif minimal ini tidak lagi dengan pembedahan terbuka, namun hanya dengan sayatan kurang dari 5 cm di bawah dada,” katanya dalam temu media secara daring, Sabtu (15/7/2023).
Semua Penyakit Jantung Bisa Dioperasi dengan MICS?
Tindakan ini diperlukan untuk berbagai kelainan jantung, mulai dari kelainan pembuluh darah, katup, hingga tumor di organ jantung.
Menurut Dicky, operasi kelainan jantung yang paling sering ia tangani menggunakan MICS ini adalah penggantian katup atau kelainan jantung bocor.
“Semua jenis patologi jantung, baik bawaan atau infeksi sebenarnya bisa diatasi dengan minimal invasif. Seperti misalnya operasi jantung bocor, operasi aorta hingga penggantian katup jantung,” ujarnya.
Sejumlah keunggulan MICS ini pun ia sebutkan, seperti sayatan yang lebih kecil dibandingkan konvensional, risiko banyak kehilangan darah, kurangnya nyeri hingga penyembuhan yang lebih cepat.
“Jika dibandingkan pembedahan jantung konvensional (terbuka), penyembuhan MICS ini lebih cepat, kemungkinan infeksi dan patah tulang juga kecil,” katanya.
Lebih jelas, Dicky menerangkan, ada macam-macam level MICS:
– Level 1, Direct vision (Organ dibuka langsung operasi)
– Level 2, Video Assisted yang rutin dilakukan dokter bedah jantung.
– Level 3, micro or port incision (belum dianjurkan untuk jantung, namun banyak dilakukan untuk operasi saluran pencernaan).
– Level 4 port incision, robotic instrument-video directed (belum dianjurkan untuk jantung).
Perbandingan dengan Operasi Jantung Terbuka
Dibandingkan dengan operasi jantung terbuka, jenis operasi minimal invasif ini menggunakan banyak instrumen dengan bantuan robot. Sehingga perlu dokter yang berpengalaman dan kompeten di bidangnya.
“Dia (dokter) harus extra capable untuk melakukan konvensional, baru bisa daftar training. Kalau baru 100-200 kasus belum bisa karena bagaimana pun, teknil minimal invasif ini nggak bisa disebut 100 persen akan berhasil karena dokter harus tetap waspada akan komplikasi, seperti masalah anatomi, atau instrumen patah, anestesi, dsb sehingga harus segera convert ke konvensional,” jelasnya.
Dicky menuturkan, teknik bedah jantung terbuka memiliki beberapa kelemahan seperti:
– Nyeri dari tulang yang dibelah
– Blood loss
Terjadi karena ada medula atau sumber pendarahan tulang karena dada dibuka dan darah bisa keluar hinga beberapa cc.
– Sternal, wound problem, infeksi akibat operasi.
– Cosmetic, alasan ini sering digunakan pada wanita atau pria yang memiliki banyak aktivitas sosial. Dicky menyontohkan, pada orang-orang usia 50-60 tahun, dia nggak mau ada luka besar di dadanya. Ada pula yang mau fitnes tanpa nyeri di dada.
– Penyembuhan cenderung lama
Pada umumnya, pasien bedah jantung terbuka dirawat selama 1 minggu. Setelah itu, ia harus konsultasi untuk proses penyembuhan tulang sekitar 6-8 minggu sampai tulang kembali sempurna. Sementara pasien minimal invasif rata-rata dirawat hanya 4 hari dan perawatan pascaoperasi hanya 2 minggu.
Wanita menopause bahkan bisa berisiko sebelum dioperasi karena risiko tulang keropos. Belum lagi, penyembuhan yang lama menimbulkan banyak komplikasi seperti infeksi paru.
Tidak Semua Pasien Bisa Melakukan Prosedur Minimal Invasif
Untuk mengoptimalkan hasil minimal invasif, kata Dicky, tidak 100 persen pasien bisa melakukan pembedahan jantung ini. Pasien gemuk, misalnya tidak bisa menggunakan tindakan ini.
“Patokan gemuknya apa? ya sesuai BMI. Kalau 18 atau 2 masih bisa dilakukan. Sebab ada instrumen yang akan masuk ke tubuhnya. Pasien kurus saja prosesnya bisa panjang,’ ujarnya.
Sementara di bawah 40 kg belum ada instrumen yang optimal, sehingga dokter akan menilai tergantung BMI.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah bentuk dada (apakah normal atau tidak), adanya penyakit sumbatan pembuluh darah kaki, dan operasi intra thoracic sebelumnya karena terkadang lengket sehingga bisa merugikan.
Juga, terkait aritmia, sangat tidak aman karena bisa muncul kejadian unpredictable. “Pasien juga akan dilihat apakah ada kelainan katup dan koroner.”
Tak Perlu Berobat ke Luar Negeri
Harmeni Wijaya selaku marketing director Heartology Cardiovascular Hospital menambahkan teknologi MICS adalah pilihan yang sangat baik untuk pasien, terutama yang mengutamakan sisikosmetik pasca operasi tanpa mengabaikan clinical outcome yang optimal bagi pasien.
“Kini semakin banyak pasien-pasien yang lebih memilih berobat di Indonesia daripada ke luar negeri. Padahal, MICS ini bisa dilakukan di Indonesia dengan dokter yang kompeten,” katanya.