Mengembangkan Teknologi untuk Membantu Penyandang Autisme – Autisme atau Autism Spectrum Disorder adalah sebuah kondisi dimana orang yang memilikinya mengalami gangguan di bagian komunikasi dan sosial interaksi. Gangguan di bagian komunikasi terdiri dari :
- Tidak bisa berbicara secara lisan sama sekali
- Berbicara tapi tidak bisa dua arah dan nada monoton.
- Berbicara tapi tidak ada yang tahu apa yang diucapkan (jibberish)
Sedangkan untuk sosial interaksi, penyandang Autisme kesulitan dalam berteman dan berpatisipasi di aktivitas group karena selain tidak bisa berkomunikasi dengan baik, mereka juga mempunyai kecenderungan untuk tertarik pada suatu hal / topik / aktivitas sehingga topik yang lain dianggap kurang penting.
Gejala dan kesulitan yang dimiliki setiap penyandang Autisme berbeda beda. Itulah sebabnya metode terapi dan pendidikan untuk penyandang Autisme tidak bisa dibuat sama rata dan perlu dipersonalisasikan agar sesuai dengan kebutuhan orang tersebut.
Mengingat kali ini Indonesia dipercayai menjadi tuan rumah G20 dengan tema Recover Together, Recover Stronger, diharapkan pemerintah khususnya mereka yang bekerja di sektor pendidikan, teknologi, sosial, dan ekonomi untuk memikirkan nasib dari anak-anak serta generasi Z yang mempunyai kondisi Autisme.
Hadirnya startup di sektor pendidikan dan kesehatan ditambah dengan kemudahan dalam mengakses layanan internet dapat dimanfaatkan untuk membantu penyandang Autisme dalam berkomunikasi dan belajar. Presidensi G20 Indonesia di tahun 2022 menjadi momen yang krusial bagi semua pihak untuk memikirkan bagaimana agar kelompok minoritas ini dapat hidup secara layak dan berkontribusi untuk negara.
Dapat dipahami bahwa KTT G20 yang akan dilangsungkan di Bali bulan November 2022 mendatang akan membahas banyak topik mulai dari perekonomian hingga penanggulangan global pandemik. Namun, sangat diharapkan pemimpin yang hadir di dalam KTT G-20 memiliki sedikit waktu untuk memikirkan nasib para penyandang Autisme.
Berikut adalah 3 dari 1000 aspirasi Indonesia Muda berkaitan dengan teknologi untuk penyandang Autisme yang dapat dibahas selama dan sesudah KTT G20:
1. Aplikasi untuk individu yang tidak bisa berkomunikasi secara lisan
Bisa dibayangkan betapa frustrasinya bila tidak bisa menyampaikan apa yang ada di benak kita. Hal ini kerap dialami oleh penyandang Autisme, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi agresif, seperti memukul orang atau melukai diri karena frustrasi.
Dilansir Verywellhealth, diperkirakan ada 40 persen penyandang Autisme yang tidak dapat berbicara secara lisan. Teknologi penunjang komunikasi dapat menjadi alat bagi mereka untuk berkomunikasi.
Teknologi penunjang komunikasi berupa aplikasi yang menggunakan perpaduan gambar, teks, dan suara dapat membantu penyandang Autisme untuk berkomunikasi kepada orang sekitar, memberi tahu apa yang mereka butuhkan–termasuk menyuarakan opini mereka.
Ke depannya diharapkan aplikasi ini dapat dengan mudah untuk diunduh oleh terapis, guru, dan orang tua untuk kemudian diajarkan kepada anak supaya mereka dapat menggunakan aplikasi ini dengan baik.
2. Personalisasi kurikulum belajar sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan penerapan teknologi
Disebutkan di poin sebelumnya bahwa kondisi dari setiap penyandang Autisme berbeda-beda dan akan sangat sulit untuk membuat satu kurikulum yang sama untuk diterapkan kepada semua anak. Ada penyandang Autisme yang sangat jenius, namun ada pula yang membutuhkan ekstra waktu untuk memahami dan menguasai suatu topik.
Dua tahun lebih pandemik COVID-19 berlangsung membuat kita membiasakan diri untuk belajar jarak jauh lewat ZOOM, Google Classroom, atau video tutorial. Konsep ini dapat diterapkan juga untuk penyandang Autisme.
Apabila mereka kesulitan untuk menulis, maka melalui program berbasis teknologi mereka hanya perlu menekan tombol atau merekam suara untuk menjawab. Mengutip artikel milik Charity N. Odunukwe yang terbit di Conference Proceedings ADECT 2019, penggunaan teknologi di dunia pendidikan seperti interactive whiteboards dan voice detection tools dapat membantu murid yang mempunyai Autisme untuk berpatisipasi di lingkup akademik.
3. Mempersiapkan Gen Z penyandang Autisme memasuki dunia kerja lewat kursus berbasis teknologi
Tidak jauh berbeda dari kita semua yang mengenyam pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan membuka wirausaha sendiri, penyandang Autisme juga ingin berpatisipasi di dunia kerja. Teknologi dapat digunakan untuk membantu mereka dalam mempelajari skills tertentu yang nantinya dapat diterapkan di dunia pekerjaan. Program teknologi yang menekankan video modelling akan membantu Gen Z yang mempunyai kondisi Autisme untuk mempersiapkan diri mereka sebelum bekerja.
Video modelling yang dimaksud adalah penyandang Autisme akan mempelajari cara mengoperasikan alat/mesin/benda satu per satu lewat video. Dilansir jurnal Education and Treatment of Children tahun 2010, video modelling merupakan cara efektif untuk mengajari anak remaja dan anak muda yang mempunyai Autisme untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian atau kualifikasi di tempat umum.
Tentunya masih ada aspirasi-aspirasi lainnya yang berkaitan dengan penyandang Autisme. Diharapkan tiga ide ini dapat mendorong industri teknologi startup dan instansi terkait untuk mengembangkan layanan bagi penyandang Autisme. Pandemik COVID-19 dapat berlalu, namun individu yang memiliki Autisme tetap ada diantara kita dan sudah saatnya kita memperhatikan perkembangan mereka juga.