Merajang Daun Tembakau Probolinggo secara Tradisional di Tengah Kemajuan Teknologi – Kecanggihan teknologi sudah merambah dunia pertanian. Tapi masih ada cara cara tradisional yang tetap bertahan ditengah kemajuan teknologi. Salah satunya merajang daun tembakau secara manual, seperti yang dilakukan petani tembakau Kabupaten Probolinggo, Jatim.
Nah, berbicara tembakau, Kabupaten Probolinggo, menjadi salah satu daerah penghasil tembakau di Indonesia. Di jawa Timur, Kabupaten Probolinggo menjadi daerah penghasil tembakau paling produktif keempat versi rilis BPS Jawa Timur tahun 2018.
Dikabupaten probolinggo sudah banyak petani tembakau yang memiliki mesin rajang untuk memotong halus daun tembakau yang dipanennya. Tapi masih banyak pula petani yang merajang daun tembakau secara tradisional atau manual.
Ada beberapa perbedaan cara dan hasil memotong daun tembakau menggunakan mesin dan manual. Berikut perbedaannya berdasarkan hasil wawancara TIMES Indonesia dengan beberapa petani di Kabupaten Probolinggo.
Pertama, efektivitas waktu. Merajang daun tembakau dengan cara tradisional membutuhkan waktu yang cukup lama. Memotong 1 kwintal daun tembakau dengan cara tradisional, butuh waktu hingga 10 jam.
Sementara jika memotong daun tembakau menggunakan mesin, hanya butuh waktu sekitar 2 jam saja! Efektivitas waktu tentu jauh lebih singkat menggunakan mesin dibandingkan dengan cara manual.
Kedua, hemat tenaga. Jika mengacu jumlah daun tembakau 1 kwintal, menggunakan mesin pemotong bisa dilakukan satu orang saja dalam waktu 2 jam.
Berbeda jika merajang 1 kwintal daun tembakau menggunakan tenaga manusia. Butuh sekitar 3 orang untuk memotongnya. Jelas, tenaga yang dibutuhkan lebih banyak.
Ketiga, berat daun. Daun tembakau yang dipotong menggunakan mesin pemotong beratnya akan lebih ringan. Sebab getah daun sudah terperas secara langsung.
Berbeda dengan pemotongan daun tembakau dengan cara manual. Daun yang sudah terpotong halus akan lebih berat. Sebab getah daun masih melekat pada daun tembakau yang sudah dipotong halus.
Keempat, proses pengeringan. Daun tembakau yang sudah dipotong, baik dengan menggunakan mesin ataupun dirajang, selanjutnya akan dijemur.
Nah, jika menggunakan mesin pemotong, daun tembakau akan cepat kering karena getah daun sudah terperas saat dipotong menggunakan mesin. Berbeda dengan daun tembakau yang dipotong secara tradisional, dimana proses pengeringannya lebih lama. Sebab getah daun masih melekat pada daun.
Kelima, biaya alat pemotong. Untuk satu alat pemotong mesin berkisar antara Rp 4-5 juta. Sedangkan satu alat potong rajang manual sekitar Rp 300-500 ribu.
Meski terdapat perbedaan, namun masih ada kesamaan memotong daun tembakau secara tradisional maupun dengan menggunakan mesin. Kesamaannya yakni pada biaya upah pekerja.
Baik membayar upah satu orang pemotong daun tembakau menggunakan mesin ataupun alat manual, sama-sama diupah Rp 175-200 ribu per satu kwintalnya. Biaya itu berlaku di wilayah Kabupaten Probolinggo.
Lalu, apakah perbedaan tersebut membuat semua petani memilih memotong daun tembakau menggunakan mesin? Ternyata, tidak!
Sudi, seorang petani tembakau asal Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jatim menuturkan, merajang daun tembakau secara tradisional jauh lebih asyik dibanding menggunakan mesin.
Kalau tradisional, kata Sudi, ia bisa mempekerjakan banyak orang. Secara otomatis, ia bisa berbagi rezeki dengan orang lain. “Untuk jumlah tenaga yang dibutuhkan tergantung jumlah tanaman,” katanya.
Selain berbagi rezeki, Sudi juga bisa berbaur dengan banyak orang. Saat proses rajang berlangsung, banyak orang berkumpul di tempat merajang. “Ya, sambil jagongan dan kumpul-kumpul dengan pekerja,” ujarnya.
Umumnya, merajang daun tembakau dilakukan saat cuaca tidak panas. Biasanya dimulai pada sore hari dan berakhir hingga malam. Bahkan demi mengejar target penyelesaian, merajang bisa sampai dini hari.
Selain Sudi, masih banyak petani tembakau di kecamatan lain di Kabupaten Probolinggo yang merajang daun tembakau secara manual. Seperti yang dilakukan Hari Siswanto, petani di Desa Sokaan, Kecamatan Krejengan.
Agus menuturkan, sampai saat ini, ia tetap merajang daun tembakau secara manual. “Sebab masih banyak pabrikan rokok yang gak mau hasil rajang mesin. Hasilnya memang beda,” kata Agus.
Sekadar informasi, berdasarkan Analisis Data Tembakau Jawa Timur 2018 yang dirilis BPS Jatim, Kabupaten Probolinggo merupakan penghasil tembakau nomor empat di Jatim. Produksi tembakau Probolinggo sebanyak 10.042 ton.
Di atas Kabupaten Probolinggo, ada Kabupaten Sumenep dengan produksi 13.135 ton. Kemudian Kabupaten Jember dengan produksi 13.391 ton. Adapun penghasil tembakau tertinggi adalah Kabupaten Pamekasan dengan produksi 27.508 ton.
Petani di daerah penghasil tembakau selain Kabupaten Probolinggo tersebut, masih banyak juga yang merajang daun tembakau secara tradisional. Seperti yang dilakukan petani tembakau Kabupaten Probolinggo.
Musim tanam tembakau di Kabupaten Probolinggo, sebenarnya belum selesai. Bahkan ada sebagian wilayah yang baru menanam. Tetapi ada sejumlah petani yang mulai memanen. Penyebabnya karena tanaman tembakau mereka terkena penyakit atau hama.
Seperti yang dialami petani di Desa Sampirampak Kidul, Kecamatan Kotaanyar. Para petani rupanya sudah mulai panen lebih awal. Hanya sekitar dua bulan, terhitung dari masa tanam awal.
Panen lebih awal tersebut salah satunya dilakukan oleh Samsul Hadi, 45, salah satu petani Desa Sambirampak. Dia bilang, lahan tembakaunya mulai dipanen sejak dua hari yang lalu. “Untuk antisipasi kerugian. Sebab terserang penyakit,” katanya, Senin (18/7).
Penyakit yang menyerang lahan tembakaunya adalah penyakit atau londrak atau hama thrips. Hama ini, diungkap Samsul, menyerang bagian daun tembakau. Sehingga ada bintik-bintik ke kuning kecoklatan pada daun tembakau.
“Diserang londrak, sehingga belum waktunya daun masak menjadi kelihatan seperti masak. Sehingga merusak daun. Ada bintik-bintiknya. Kadang kalau sudah terkena itu, daun juga kriting,” ujarnya.
Hama londrak tersebut, lanjutnya, dapat menurunkan kualitas tembakau. Sebab, belum waktunya panen sudah harus dipanen. Agar tidak merambat ke yang lain.
“Kalau tidak dipanen, bisa nanti terkena semua. Lagi, kalau sudah terkena londrak, pertumbuhan tidak maksimal,” ujarnya.
Di panen pertama ini, Samsul mengaku harus mengambil setidaknya 4-6 daun per pohon tembakau. Hal itu dilakukan lantaran bagian daun bawah tembakau sudah ada yang kering. “Normalnya kan kalau panen pertama itu 3-4 daun tembakau yang diambil ini sampai 6. Jadi tidak normal,” bebernya.
Dari tanah 200 meter lahan yang ditanam tembakau yang saat ini, setidaknya ada sekitar 2500 pohon tembakau. Daun tembakau yang dipetik tersebut hampir 70 persen telah terserang londrak.
“Jadi panennya semua pohon. Kerena banyak yang terkena sudah. Panen dilakukan agar mengantisipasi pohon mati, sehingga potos (tidak dapat dipanen, red). Sebab kalau mati kan sudah potos,” bebernya.
Hama londrak ini, disebut Samsul, tidak hanya terjadi kepada tanaman tembakaunya. Milik para petani lainnya juga bernasib sama. Seperti yang diungkap Lukmanul Hakim, 28 asal desa yang sama. “Banyak juga punya saya terkena londrak. Hampir semua lahan pertanian terkena,” kata pria yang akrab disapa Lukman.
Panen lebih awal juga dilakukan Lukman. Ia memberanikan diri memanen lantaran para pedagang tembakau sudah ada yang mulai mengambil barang. Untuk harganya, terbilang tidak merugikan para petani.
“Sekarang degeng (pedagang) sudah mulai ada yang ambil. Harganya Rp 30 ribu perkilo. Cukup bagus harganya. Kalau grosok (tembakau daun kering, Red) itu harganya Rp 10 ribu,” jelasnya.
Di sisi lain, Kepala Bidang Sarana, Penyuluhan dan Pengendalian Pertanian Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprayitno, melalui Evi Rosellawati pejabat fungsional Pengawas Benih Tanaman Muda mengatakan, saat ini penyakit, virus, maupun bakteri mudah menyerang tanaman. “Sebab, menurut BMKG saat ini masuk pada kemarau basah. Sehingga, keadaannya mudah lembab. Hal itu menyebabkan penyakit, virus dan yang lainnya mudah menyerang,” katanya.
Dengan kondisi tersebut, Evi meminta agar para petani bisa mengecek atau memperbaiki saluran air di petak sawahnya. Sebab, tanaman tembakau salah satu jenis tanaman yang tidak kuat hidup di air menggenang.