PTSP Terkendala Teknologi – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Timur Bruno Kupok mengatakan pihaknya belum menerapkan pola pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) ketenagakerjaan di daerah ini, karena masih terkendala dengan sistem informasi teknologi (IT).
“Kendalanya kita ada pada sistem informasi dan teknologi, karena semua pola layanan ke depan harus terpusat dan dibawah kendali langsung oleh Kementerian Tenaga Kerja,” kata Bruno saat dihubungi Antara di Kupang, Rabu.
Ia mengatakan PTSP Ketenagakerjaan yang sudah beroperasi di NTT saat ini baru di Kabupaten Sumba Barat Daya pada 2016, sementara daerah lainnya masih terkendala teknologi sehingga masih diundur pelaksanaanya.
Bruno berharap agar layanan tersebut segera dioperasikan untuk meminimalisir praktik penyaluran tenaga kerja secara ilegal seperti yang terjadi selama ini.
Ia mengatakan berbagai instansi yang terkait dengan masalah ketetenagakerjaan seperi bidang perizinan, imigrasi, kesehatan, dan lainnya bekerja pada sistem satu atap.
“Dengan begitu akan mudah untuk saling kontrol sehingga menutup celah adanya praktik ilegal atau di luar prosedur yang dilakukan oknum tertentu dalam mengurus calon TKI kita,” katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, ketika semua PTSP itu dapat beroperasi maka akan mempermudah akses calon tenaga kerja untuk mendapatkan layanan ketenagakerjaan.
“Mereka tidak perlu datang jauh-jauh dari desa ke Kota Kupang untuk mengurus dokumennya tetapi bisa dilakukan di kabupaten terdekat yang menyediakan layanan itu,” katanya.
Anggota Komisi V DPRD NTT Winston Rondo yang menangani bidang ketenagakerjaan, mengatakan sistem palayanan satu pintu akan memudahkan pengurusan administasi calon tenaga kerja secara cepat dan lengkap.
Anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat itu menilai, persoalan administasi ketenagakerjaan di daerah itu sebelumnya masih bertele-tele dan menyulitkan calon TKI.
Kondisi itu, lanjutnya, yang membuat calon TKI lebih memilih jalan pintas (melalui jalur ilegal) sehingga membuka ruang munculnya praktek pemalsuan dokumen oleh oknum-oknum petugas.
Akibatnya, kata dia, keberadaan TKI di luar negeri tidak diketahui Keduataan Besar RI (KBRI) dan tidak dijamin secara hukum oleh negara sehingga rawan terjadinya praktik perdagangan manusia yang berdampak pada penyiksaan, kekerasan, bahkan kematian tenaga kerja.
“Layanan satu pintu ini bisa menghalau praktek pencaloan tenaga kerja dengan memalsukan dokumen secara ilegal untuk mendapatkan paspor,” katanya.
Winston berharap, kerja lintas intansi pada layanan terpadu itu ke depan dapat dikontrol secara ketat sehingga proses perekrutan, pengurusan dokumen, dan pelatihan calon TKI dilakukan sesuai prosedur dan dipastikan betul-betul siap bekerja.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat dalam kurun waktu kurang
lebih dua dekade terakhir memberi dampak yang sangat signifikan dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Penggunaan teknologi oleh manusia
dalam membantu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya sudah menjadi
keharusan untuk dilakukan dan didukung dengan teknologi yang memadai
untuk melakukan hal tersebut.
Penggunaan teknologi oleh manusia menuntut
manusia untuk mempelajari setiap perkembangan teknologi yang ada serta
meningkatkan pemahaman serta kemampuan dalam penggunaan teknologi
tersebut. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika kita menyebut bahwa
perkembangan teknologi harus diikuti oleh perkembangan kualitas sumber
daya manusia (SDM) agar teknologi yang ada dapat digunakan dengan baik
dan tepat serta maksimal.
Dalam perkembangannya, Mahkamah Agung Republik Indonesia
membuat inovasi di bidang teknologi informasi dalam menjalankan fungsinya
sebagai lembaga peradilan yang ada di Indonesia. Teknologi digunakan oleh
Mahkamah Agung dalam menjalankan fungsi yudikatif maupun dalam hal
urusan administrasi yang menunjang fungsi utamanya yaitu fungsi yudikatif
sebagai lembaga peradilan yang membawahi 4 lembaga peradilan yang berada
dibawahnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan TUN dan
Peradilan Militer.
Di lingkungan Peradilan Umum, pemanfaatan teknologi sudah menjadi
bagian dalam menjalankan fungsinya. Penggunaan berbagai macam aplikasi di
lingkungan Peradilan Umum sudah mulai digunakan untuk menunjang tugas
unit-unit yang ada didalamnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Terpadu Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Muhammad Faisal, mengatakan saat ini pihaknya kekurangan tenaga bidang teknologi dan informasi untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
“Ada 100 perizinan yang harus kita layani namun belum didukung sumber daya manusianya khususnya tenaga di bidang teknologi dan informasi,” katanya di Tanjung, Senin.
Pegawai yang terlibat di bidang perizinan, katanya, hanya 25 orang sehingga secara kuantitas memang masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah perizinan yang harus ditangani.
Selain terkendala SDM dalam mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, Dinas Penanam Modal dan PTSP juga belum menerima Standar Operasional Prosedur Pelayanan bagi 15 perizinan yang dilimpahkan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebelumnya.
Faisal mengungkapkan, seharusnya saat pelimpahan perizinan dari instansi sebelumnya, juga dilengkapi SOP sehingga Dinas Penanaman Modal dan PTSP bisa langsung melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
“Seperti pembangunan rumah ibadah selain harus mengajukan IMB juga harus dilengkapi beberapa dokumen lain, di antara persetujuan dari Forum Kerukunan Umat Beragama,” kata Faisal.
Dinas Penanaman Modal dan PTSP menargetkan penerimaan Rp1,8 miliar dari retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan izin gangguan atau HO.
Hanya dua jenis perizinan itu yang dipungut biaya, sedangkan izin reklame melalui Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah, sedangkan perizinan lainnya sudah digratiskan. (Mc Tabalong/Mia.Ant/Kus)