Disanksi AS, Huawei Kini Berada di Posisi Terpuruk – Raksasa teknologi asal negeri Tiongkok, Huawei, mengumumkan bahwa mereka ini mengalami penurunan laba terbesar sepanjang sejarah. Dikatakan penurunan laba terbesar sepanjang sejarah. Dikatakan bahwa kondisi yang memprihatinkan ini lantaran sanksi yang diberikan oleh Pemerintah America Serikat (AS).
Huawei mengatakan, laba bersih pada tahun 2022 hanya dikisaran USD5,18 miliar atau setara Rp77,2 triliun. Angka ini jika dibandingkan tahun sebelumnya merosot secara signifikan (69%), melansir dari Gizmochina.
Salah satu alasan penurunan laba besar besaran ini disebut karena kenaikan laba yang besar setelah penjualan anak perusahaannya, Honor, pada tahun 2021 lalu. Ini membuat penurunan laba pada tahun 2022 tampa sedikit lebih besar.
Huawei juga menunjuk pada kenaikan harga komoditas seiring dengan kontrol pandemi ketat China tahun lalu dan peningkatan pengeluaran penelitian dan pengembangannya sebagai beberapa alasan penurunan laba.
Menurut Rotating Chairman Huawei, Eric Xu, Pada tahun 2022, lingkungan eksternal yang menantang dan faktor non-pasar terus berdampak pada operasi Huawei. Dia menambahkan bahwa di tengah masalah ini, pihaknya berusaha melakukan yang terbaik.
“Di tengah-tengah badai ini, kami terus mengerahkan segala daya dan upaya kami untuk mempertahankan kontinuitas bisnis dan melayani pelanggan kami”, kata Xu. Meski demikian Xu menganggap hasil yang diperoleh tidak begitu baik.
Namun terlepas dari jatuhnya laba terbesar, Huawei sebenarnya masih melihat peningkatan pendapatan yang begitu besar. Peningkatan pendapatan menyebtuh angka 0,9% menjadi 642,3 miliar yuan pada tahun 2022.
Raksasa teknologi asal negeri Tiongkok, Huawei , mengumumkan bahwa mereka saat ini mengalami penurunan laba terbesar sepanjang sejarah. Dikatakan bahwa kondisi yang memprihatinkan ini lantaran sanksi yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS).
Huawei mengatakan, laba bersih pada tahun 2022 hanya di kisaran USD5,18 miliar atau setara Rp77,2 triliun. Angka ini jika dibandingkan tahun sebelumnya merosot secara signifikan (69%), melansir dari Gizmochina.
Salah satu alasan penurunan laba besar-besaran ini disebut karena kenaikan laba yang besar setelah penjualan anak perusahaannya, Honor, pada tahun 2021 lalu. Ini membuat penurunan laba pada tahun 2022 tampak sedikit lebih besar.
Huawei juga menunjuk pada kenaikan harga komoditas seiring dengan kontrol pandemi ketat China tahun lalu dan peningkatan pengeluaran penelitian dan pengembangannya sebagai beberapa alasan penurunan laba.
Menurut Rotating Chairman Huawei, Eric Xu, Pada tahun 2022, lingkungan eksternal yang menantang dan faktor non-pasar terus berdampak pada operasi Huawei. Dia menambahkan bahwa di tengah masalah ini, pihaknya berusaha melakukan yang terbaik.
“Di tengah-tengah badai ini, kami terus mengerahkan segala daya dan upaya kami untuk mempertahankan kontinuitas bisnis dan melayani pelanggan kami” , kata Xu. Meski demikian Xu menganggap hasil yang diperoleh tidak begitu baik.
Namun terlepas dari jatuhnya laba terbesar, Huawei sebenarnya masih melihat peningkatan pendapatan yang begitu besar. Peningkatan pendapatan menyebtuh angka 0,9% menjadi 642,3 miliar yuan pada tahun 2022.
Sementara Huawei harus rela berada di posisi ketiga dengan ceruk di angka 15%. Adapun Xiaomi malah terpuruk hingga peringkat keempat. Produsen yang sempat naik daun ini sekarang memegang market share 10,6% saja. Padahal kalau dibandingkan di periode yang sama tahun 2015 lalu, Xiaomi sempat mendominasi dengan penguasaaan pasar sebesar 14,6%.
Yang bikin menarik adalah, Oppo dan Vivo sejatinya dimiliki oleh satu perusahaan induk yang diketahui bernama BBK. Sehingga bisa dibilang kalau posisi satu dan dua pasar ponsel China sebenarnya dikuasai oleh satu perusahaan.
BBK Electronics mungkin tak terlalu dikenal oleh pengguna ponsel. Namun BBK Group kini menjadi produsen ponsel terbesar kedua di dunia yang mengancam dominasi Samsung.
BBK Electronics merupakan induk usaha dari Oppo dan Vivo. Oppo sendiri punya dua anak usaha Realme dan OnePlus. Artinya BBK Electronics memiliki empat brand smartphone.
Di pasar ponsel global, BBK Group merupakan produsen ponsel terbesar kedua terbesar. Menurut Counterpoint Research, pada kuartal III-2019, Samsung menguasai 20,6% pangsa pasar ponsel yang beredar di dunia. Counterpoint menggunakan tolak ukur pengapalan dalam risetnya bukan jumlah yang terjual.
Di pasar ponsel global, BBK Group merupakan produsen ponsel terbesar kedua terbesar. Menurut Counterpoint Research, pada kuartal III-2019, Samsung menguasai 20,6% pangsa pasar ponsel yang beredar di dunia. Counterpoint menggunakan tolak ukur pengapalan dalam risetnya bukan jumlah yang terjual.
BBK Electronics merupakan perusahaan manufaktur perangkat elektronik yang didirikan oleh Duan Yongping pada 1995. Pada 1999, ia membuka program kemitraan yang dikemudian hari melahirkan Oppo Electronics pada 2004 dan Vivo Communications 2009.
Strategi kemitraan ini menjadi kunci sukses BBK Electronics menggempur pasar smartphone dunia. BBK Group hadir dengan empat brand smartphone. Bandingkan dengan Apple dan Samsung dengan satu brand ponsel serta Huawei dengan dua brand termasuk Honor.
Dari keempat brand tersebut, OnePlus ditempatkan sebagai brand ponsel premium yang memiliki strategi yang berbeda dengan Oppo dan Vivo yang menggunakan model bisnis ritel. OnePlus fokus pada penjualan melalui platform online yang membawa BBK memasuki pasar Eropa dan AS, seperti dikutip dari Android Authority, Kamis (5/12/2019).
Menurut riset Fast Company, Vivo dan Oppo fokus menargetkan pasar tier 3 dan tier 5 atau kota-kota di pinggiran china. Para konsumen ini menginginkan smartphone dengan kualitas prima dengan harga yang murah. Para konsumen ini juga dikenal tidak terikat pada satu brand.
Strategi BBK menguasai China adalah dengan membuat jaringan seluas-luasnya. Di China ada lebih dari 200.000 independen riteler yang menawarkan produk BBK. Pemanisnya adalah komisi yang menarik ketika mereka berhasil menjual produk dari BBK Group.