Heboh Kemunculan UFO di China, Ternyata Buatan Manusia – Fenomena unidentified flying object (UFO) memang kerap menghebohkan masyarakat. UFO pun biasanya identik dengan benda bulat seperti piring, sehingga juga mendapatkan julukan piring terbang.
UFO pun kerapa dikaitkan dengan keberadaan alien, lantaran teknologi tersebut belum dimiliki manusia. Tapi beberapa waktu lalu sebuah piring terbang mengejutkan Shenzhen, China.
Piring terbang itu mengejutkan banyak warga Shenhzen karena bentuknya sangat mirip dengan apa yang digambarkan oleh budaya populer belakangan ini. Jadi tidak heran jika banyak orang geger dengan penampakan piring terbang yang terbang rendah di wilayah Shenhzen itu.
Tap, ternyata piring terbang tersebut bukanlah milik alien. Alih alih ada sosok manusia berada didalam piring terbang tersebut yang memegang kendali penuh.
Selidik punya selidik ternyata piring tersebut itu adalah mobil terbang yang dibuat oleh Shenzhen UFO Flying Saucer Technology. Mobil terbang itu dibuat mirip dengan piring terbang karena menyesuaikan nama perusahaan mereka, Shenzhen UFO Flying Saucer Technology.
“Setelah riset dan pengembangan lebih dari tiga tahun, Shenzhen UFO Flying Saucer Technology akhirnya berhasil membuat kendaraan listrik pertama yang terbang dan mendarat secara vertikal,” tulis situs Shenzhen Pages.
Seperti mobil dan taksi terbang yang ada saat ini, piring terbang buatan Shenzhen UFO Flying Saucer Technology memang mengandalkan baling-baling untuk bisa mengudara. Setidaknya ada 12 bilah baling-baling yang ada di sekeliling piring terbang tersebut.
Berbeda dengan mobil terbang dan taksi terbang yang ada saat ini piring terbang dari China itu bisa terbang dari darat dan air. Hal itu dimungkinkan karena bentuknya yang seperti piring.
Disebutkan Daily Mail, piring tersebut masih dalam bentuk purwarupa. Jadinya kemampuan terbang masih sangat terbatas yakni hanya mencapai 15 menit. Ketinggian yang dicapai juga hanya 200 meter dari permukaan. Begitu juga dengan kecepatan yang hanya dibatasi 50 kilometer per jam.
“Saat ini piring terbang digunakan untuk wisata tamasya masyarakat lokal dan kepentingan iklan. Piring terbang itu juga sudah mendapatkan paten global,” tulis Shenzhen Pages lagi.
Daya angkut piring terbang itu juga sangat terbatas. Pasalnya ruangan yang tersedia hanya diberikan oleh pilot piring terbang. Jadi piring terbang tersebut memang tidak digunakan untuk kepentingan komersial seperti taksi terbang dan mobil terbang yang sudah ada saat ini.
Salah satunya adalah Aerospace, perusahaan kedirgantaraan yang berbasis di Miami, Amerika Serikat. Mereka mengungkapkan bahwa mobil terbangnya, Doroni H1, akan mengudara pada 2025. Hanya saja biayanya dipastikan tidak murah karena mencapai USD350.000 atau setara Rp5,1 miliar.
Doron Merdinger, CEO Doroni Aerospace, mengatakan kepada TMZ hingga kini mobil terbang dua kursi tersebut sudah diuji dan sudah sangat siap dijalankan.
Doron Merdinger menyamakan Doroni H1 dengan mobil roadster terbang yang dirancang untuk perjalanan singkat. Mobil terbang itu bahkan bisa melaju hingga kecepatan 225 kilometer per jam.
Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) akhirnya membuka pertemuan umum untuk membahas seputar anomai luar angkasa. Salah satu yang menjadi pokok bahasan tentu saja keberadaan UFO, apalagi baru-baru ini NASA memperlihatkan UFO terbang di wilayah Timur Tengah.
Dalam pertemuan publik tersebut, NASA mengkaji data terkait Unidentified Anomalous Fenomena (UAP). Istilah ini digunakan mencakup objek atau kejadian di langit, bawah air, atau di ruang angkasa yang tidak bisa segera diidentifikasi.
Guna mempelajari keberadaan UFO, NASA memang menggelontorkan dana sekira USD100.000 atau sekitar Rp1,5 miliar untuk pertemuan publik tersebut. Adapun mereka yang ikut bergabung, yakni mantan astronot Scott Kelly, dan 15 peneliti lainnya dari berbagai bidang. Seperti bidan astronomi, oseanografi, hingga jurnalistik.
Selama telekonferensi pasca-pertemuan, ahli astrofisika David Spergel selaku ketua kelompok studi dan mantan anggota Dewan Penasihat NASA, membandingkan studi UAP dengan semburan radio cepat (FRB), semburan gelombang radio yang kuat dari galaksi jauh yang awalnya diperkirakan menjadi anomali.
“Kadang-kadang anomali sangat menarik dan menunjukkan fenomena fisik baru. Dan saya pikir ada sejumlah pelajaran menarik yang dipelajari di sana,”
Lebih lanjut Spergel menjelaskan bahwa untuk melakukan pengamatan khusus, para peneliti harus mencari tempat khusus dan mengoptimalkan strategi pengamatan. “Anda harus memutuskan mencari cara di mana Anda dapat melakukan pengamatan khusus dan mengoptimalkan strategi pengamatan Anda untuk dapat melakukan itu,” tambah Spergel.
Spergel juga menyoroti soal upaya pengumpulan data saat ini terkait UAP. Menurutnya upaya tersebut tidak sistematis dan terfragmentasi di berbagai lembaga, dan kerap kali menggunakan instrumen yang tidak dikalibrasi untuk pengumpulan data ilmiah.
Menurutnya, ketika ada klaim yang memperlihatkan bukti kecerdasan non-manusia, maka harus didukung dengan bukti yang luar biasa, dan pihaknya belum melihat hal itu. “Saya pikir itu penting untuk diperjelas,” tegas Spergel.
Selama pidato pembukaan dalam audiensi tersebut, anggota tim studi independen UAP menjelaskan bahwa hambatan terbesar dalam memahami fenomena tak dikenal ialah kurangnya data.
Terkait UAP, Daniel Evans yang merupakan asisten deputi administrator asosiasi untuk penelitian dalam Direktorat Misi Sains NASA mencatat, bahwa karena minat publik terhadap UAP Sangat tinggi, NASA bertanggung jawab untuk memberikan topik tersebut dengan pengawasan ilmiah yang ketat.
“Pengawasan ilmiah yang ketat itu sangat penting, karena itu kita harus memperluas pemahaman kita tentang dunia sekitar,” jelas Evans.
Tidak sampai disitu, Evans juga mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang apa yang ada di udara dan membuat langit lebih aman.
“Adalah kewajiban bangsa ini untuk menentukan apakah fenomena ini berpotensi menimbulkan risiko bagi keselamatan wilayah udara,” tegasnya.