Canggih! KKP Ciptakan Teknologi Kincir Air Hemat Energi – Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP ) melalui politeknik kelautan dan perikanan Sidoarjo, Jawa Timur, menciptakan kincir air tambak hemat energi berbahan baku lokal dan ramah lingkungan.
Dalam pernyataan resminya, Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja menyatakan, inovasi tersebut bertujuan untuk tiga program terobosan KKP pada Tahun 2021-2024.
Terobosan pertama yaitu terkait peningkatan penerima negara bukan pajak ( PNBP ) dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan.
Kedua, lanjut Syarief adalah pengembangan perikanan budi daya untuk peningkatan ekspor. Sedangkan ketiga, Berhubungan kampung kampung perikanan berbasis kearifan lokal.
Inovasi kincir tambak Politenik KP Sidoarjo khususnya mendukung poin kedua dan ketiga ujarnya
Selain menurut Syarief kincir angin berperan dalam menyediakan oksigen perairan tambak dan membantu dalam proses pemupukan serta pencampuran karakteristik air tambak lapisan atas dan bawah.
“Pentingnya penggunaan kincir air dalam budi daya ikan dan udang, terutama yang dilakukan secara intensif ternyata membawa permasalahan tersendiri. Kincir air yang ada di pasaran harganya relatif mahal dan biaya operasional dan perawatannya besar,” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Politeknik KP Sidoarjo Muhammad Hery Riyadi Alauddin menjelaskan, Inovasi yang yang dikembangkan oleh pihaknya tersebut merupakan energi dari bahan lokal yang memiliki tingkat kandungan komponen dalam negeri di atas 50 persen.
“Konstruksi kincir air ini memiliki penggerak motor listrik dengan konsumsi daya 0,5 HP 1 phase, di mana gear dan rantai sebagai transmisi daya mampu mereduksi putaran mesin dari,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, upaya pengembangan akan terus dilakukan dengan bersinergi dengan pihak lain. Komitmen kerja sama tersebut dilakukan lewat penandatanganan nota kesepahaman Poltek KP Sidoarjo dengan PT. Barata Indonesia (Persero) pada Pameran Nasional Bangga Buatan Indonesia di The Mandalika Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu (3/4/2021).
“Rencananya kincir air tersebut akan digunakan untuk mendukung program perikanan budi daya secara nasional, terutama budi daya udang,” tegas Hery.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengatakan pihaknya saat ini sangat mendorong agar induksi kompor listrik bisa berasal dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). Hal tersebut bertujuan selain mendukung penggunaan energi ramah lingkungan, juga ikut menggenjot penurunan emisi karbon secara maksimal.
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan bahwa saat ini DEN juga telah melakukan kerja sama untuk pembiayaan dan pemasangan listrik yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. Dengan adanya kerja sama ini, Djoko berharap kompor listrik nantinya bisa berasal dari tenaga surya.
“Kita masak rata-rata di siang hari. Kalau kita sudah pasang PLTS atap maka kompor listriknya juga dari energi matahari itu yang kami harapkan,” ujar Djoko.
Beberapa waktu lalu, DEN bersama Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan PT Len Industri (Persero) telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/Mou) terkait pembiayaan dan pemasangan sistem PLTS atap.
Pembangkit listrik tersebut nantinya akan terpasang di lingkungan kantor dan perumahan pegawai Sekretariat Jenderal DEN. BRI bakal memberikan bantuan pembiayaan tanpa agunan dan uang muka.
“Dalam waktu dekat mungkin (bekerja sama) dengan Bank Mandiri. Sudah ada sembilan perusahaan yang memproduksi PLTS atap ini. Kalau kompor listrik sudah mulai banyak. Kami berharap dari EBT,” ujarnya.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional tahun 2020 memang baru sekitar 11%. Namun demikian, menurut dia pemakaian kompor listrik induksi secara keseluruhan akan tetap menurunkan emisi gas rumah kaca.
“Tetap menurunkan emisi, terlepas dari sisi hulunya yang masih bersifat batu bara dan gas sebagainya. Ini menjadi sistem secara keseluruhan,” kata Bob.
Pemerintah Indonesia memberikan beragam insentif kepada masyarakat dan industri yang memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap sebagai upaya pertumbuhan kapasitas energi baru terbarukan (EBT) nasional.
Terdapat tiga poin insentif yang pemerintah dorong untuk memunculkan semangat masyarakat dan industri agar memasang PLTS atap.
Insentif pertama, tagihan listrik pelanggan dihitung berdasarkan jumlah kilowatt hour (kWh) yang diimpor dari PLN dikurangi dengan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor impor yang semula dikali 65 persen akan ditingkatkan menjadi 75-90 persen.
Insentif ini akan mengurangi tagihan listrik yang dibebankan kepada pelanggan berdasarkan nilai konversi dari persentase tersebut.
Insentif kedua, saat masyarakat atau industri yang memiliki kelebihan listrik yang belum terpakai akan diserap oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. Yang semula hanya tiga bulan, lalu diperpanjang menjadi lima bulan.
Insentif ketiga, pemerintah mengurangi biaya pengalihan kewajiban capacity charge. Terutama bagi industri yang awalnya bernilai 40 jam, lalu sekarang telah dikurangi menjadi hanya lima jam saja.
Pemasangan PLTS atap dapat memberikan penghematan kurang lebih sekitar 15-20 persen.
Dari sisi pengusaha, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andhika Prastawa mengatakan pada tahun ketiga Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) AESI melihat mulai tumbuh percepatan pemanfaatan listrik surya, namun masih ada peluang untuk ditingkatkan lagi.
Pada 2017 ketika GNSSA dibentuk, kapasitas PLTS atap yang terdaftar pada PLN baru sekitar 600 KW. Tahun ini kapasitasnya telah naik menjadi 7500 KW.
Andhika menilai, sangat dibutuhkan kolaborasi yang lebih intensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, PT PLN (Persero), investor, pelaku bisnis seperti yang dilakukan oleh Softex Indonesia dan perseorangan.
Lebih lanjut, Andhika menyebutkan dengan dukungan dari berbagai pihak, tingkat pemanfaatan teknologi listrik surya dapat tumbuh seiring dengan ketetapan capaian bauran energi terbarukan dalam Kebijakan Energi Nasional yaitu 23 persen pada 2025.