7 Teknologi Ini Dapat Diterapkan untuk Mengurangi Kerusakan Gempa Lho! – Beberapa tahun belakangan ini, dunia sering dilanda gempa, termasuk Indonesia seperti yang terjadi di Pulau Lombok dan Donggala baru saja. Banyak teori yang mencoba menjelaskan fenomena alam tersebut. Salah satunya terkait dengan pemanasan global.
Bencana alam yang tidak sedikit memakan korban ini pun sudah banyak dipikirkan oleh para ilmuwan dalam menciptakan teknologi cara mendeteksi dan menghindarinya, akan tetapi hal itu tidak 100% berhasil. Oleh karena itu, ilmuwan pun mengubah strategi, yaitu dengan mencari teknologi yang dapat bertahan dari gempatĀ bumi.
Hingga sejauh ini terdapat beberapa konsep teknologi yang sekiranya sudah dapat diterapkan kepada bangunan agar dapat bertahan ketika terjadi gempa. Tentu saja teknologi itu belum berfungsi sepenuhnya.
Akan tetapi, melihat dari fungsinya yang sudah berjalan, diperkirakan teknologi tersebut dapat sukses setelah berjalan beberapa tahun ke depan. Berikut adalah konsep-konsep teknologi tersebut.
1. Pondasi melayang
Konsep teknologi ini dikembangkan oleh para ilmuwan Jepang di mana pondasi bangunan dapat terangkat jika terdapat gempa. Sistem kerjanya seperti ini: terdapat sensor yang dapat mendeteksi gempa. Sensor itu tersambung dengan kompresor udara di mana dalam waktu sekian detik akan memompa udara yang mengangkat pondasi dan bangunan jika terdapat gempa.
Hal itu akan mengisolasi bangunan itu dari tenaga yang dapat menghancurkan. Ketika gempa berakhir, kompresor akan mati dan pondasi akan kembali seperti awal.
2. Penyerap goncangan
Teknologi ini sebenarnya telah digunakan untuk mobil dan kendaraan lainnya, namun masih jarang diterapkan kepada bangunan. Menggunakan sistem kerja hidrolik, getaran gempa akan disalurkan kepada penyerap goncangan, memperlambat dan melemahkan getaran magnitudo gempa sehingga tidak merusak bangunan. Teknik ini dinamakan damping dan umumnya dapat ditemui di arsitek-arsitek modern.
3. Tenaga pendulum
Pernah lihat cara kerja pendulum yang digoyang sebagaimanapun pada akhirnya akan kembali ke tengah? Itulah konsep yang diterapkan para ilmuwan, khususnya terhadap bangunan pencakar langit.
Saat terdapat aktifitas gempa, pendulum yang terdapat dalam pondasi akan bergerak dengan arah berlawanan hingga mengurangi energi gempa. Salah satu gedung yang sudah menggunakan teknologi ini adalah Taipei 101, gedung setinggi 508 meter dan memiliki jumlah lantai sesuai namanya tersebut.
4. Sekring pengganti
Umumnya bangunan memiliki sekring untuk memberikan proteksi dari kegagalan listrik di mana kamu dapat menggantinya jika rusak. Konsep tersebut menginspirasi para ilmuwan untuk membuat sekring serupa namun dikhususkan untuk gempa.
Peneliti dari Stanford University dan the University of Illinois menamakan teknologi itu dengan nama controlled rocking system. Sekring gempa ini memiliki komponen kabel yang memiliki kemampuan self-centering sehingga dapat menahan gempa serta menarik seluruh struktur bangunan ketika gempa itu berhenti. Jika sekring ini meledak, ia dapat diganti lagi dengan yang baru.
5. Mantel gempa yang tak terlihat
Konsep dari gempa adalah menyalurkan gelombang layaknya ombak atau riak pada air. Gelombang itu dirasa oleh para ilmuwan dapat disalurkan dan mereka percaya dapat menciptakan teknologi tersebut yang berupa mantel tak terlihat.
Lewat mantel itu, gelombang gempa tidak dapat menyalurkan energinya kepada bangunan dan hanya sekedar melewatinya. Konsep ini sudah diujicoba oleh para ilmuwan Prancis pada 2013 silam.
6. Shape Memory Alloys
Shape memory alloys merupakan teknologi yang mampu menahan tarikan berat dan akan selalu kembali ke bentuk semulanya. Banyak insinyur yang mencoba teknologi cerdas ini sebagai material konstruksi mereka.
Salah satu bahan campuran logam ini merupakan titanium yang memiliki kemampuan 10 hingga 30 persen lebih elastis ketimbang baja biasa. Pada 2012, ilmuwan dari University of Nevada, Reno, menunjukkan bahwa shape memory alloys melampaui segala material tradisional dan mengalami kerusakan yang lebih sedikit.
7. Tabung kardus
Bagi negara berkembang yang ekonominya belum stabil, paling cocok menggunakan teknologi ini. Kardus yang menurut tak kokoh ini justru mampu menjadi material terkokoh dalam menahan gempa.
Insinyur Jepang Shigeru Ban telah mencoba beberapa desain bangunan yang menggunakan bahan dasar kardus sebagai elemen utama framing. Salah satunya adalah Transitional Cathedral di Christchurch, New Zealand yang menggunakan 98 tabung kardus raksasa yang diperkuat balok kayu. Struktur kardus dan kayu sangatlah ringan dan fleksibel sehingga memiliki kinerja yang lebih baik ketika ada gempa.
Melihat dari teknologi-teknologi ini, sepertinya tak perlu waktu yang lama untuk menerapkannya kepada rumah-rumah di masa depan. Itu semua untuk menghindari resiko-resiko yang tidak diinginkan akibat bencana alam. Kira-kira rumah siapa yang ingin memiliki teknologi ini?
Menjadi salah satu negara yang berada di wilayah rawan gempa bumi, Indonesia terus mempersiapkan upaya penanganan dan antisipasi jika satu waktu terjadi. Mengingat, wilayah Indonesia berada disebut sebagai Zona Gempa Pasifik alias sekitar Samudra Pasifik menjadi wilayah yang rawan terjadinya gempa. Di mana, salah satu penyebabnya adalah sejumlah lempeng tektonik yang bertabrakan pada wilayah tersebut.
Ditambah dengan posisi di sekitaran Lempeng Indo-Australia yang pergerakannya menuju utara mampu meningkatkan risiko gempa bumi. Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia bisa memanfaatkan sejumlah teknologi antisipasi gempa bumi. Walaupun gempa bumi yang terjadi tidak mungkin bisa dihindari, penerapan teknologi ini mampu membantu aksi penyelamatan sehingga korban jiwa bisa diminimalisir sekecil mungkin.
Selain itu, risiko terjadinya kerusakan berlebih juga bisa dihindari dengan memanfaatkan sejumlah teknologi. Lalu, seperti apa teknologi antisipasi gempa bumi yang dimaksud? Yuk, simak penjelasannya berikut ini.
Penerapan Sistem Early Warning
Teknologi antisipasi gempa bumi yang pertama adalah sistem early warning. Di mana, sistem ini mampu memberikan peringatan lebih dini ke setiap masyarakat saat terjadinya gempa bumi. Sistem yang dimaksud menggunakan sejumlah sensor dengan tersebar di setiap wilayah rawan gempa bumi untuk bisa mendeteksi adanya getaran tanah segera, setelah terjadinya gempa bumi.
Dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang didapat dari sensor-sensor tersebut, maka sistem ini kemudian bisa mengirimkan peringatan bagi masyarakat melalui pesan teks, panggilan telepon, maupun aplikasi di smartphone. Hal ini tentu menjadi tanda penting bagi masyarakat untuk segera mengambil langkah-langkah mitigasi tepat dalam mengurangi risiko kerusakan hingga korban jiwa.
Teknologi untuk Pemantauan Kondisi Tanah
Pemantauan kondisi tanah menggunakan teknologi antisipasi gempa bumi menjadi salah satu cara. Di mana, teknologi ini digunakan dalam memantau kondisi tanah di sejumlah daerah terdampak gempa bumi maupun memprediksi potensi adanya longsor hingga kerusakan tanah. Selain itu, teknologi ini memungkinkan petugas penyelamat untuk bisa mempersiapkan diri secara baik hingga mengambil sejumlah langkah antisipasi dalam menghadapi situasi kritis.
Di mana, teknologi ini membutuhkan sejumlah alat-alat seperti seismometer, geodimeter, hingga piezometer. Penggunaan sejumlah alat ini dengan cara memasangnya ke tanah untuk bisa memantau kecepatan getaran tanah, suhu, maupun tekanan tanah.